Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Tumpahnya Kerinduan, Cinta Terlarang 2 Episode 26

Novel Cinta Terlarang Ini Dosa Siapa? Season 2 Episode 26




Novel Romance Bebebs.com- Ruangan kamar hotel bercat putih memantulkan cahaya cerah. Secerah pertemuan sepasang hati yang saling rindu.  Binar bahagia seakan bersinar dalam dada. Ada lega berpendar dalam setiap pelukan. 

Kanya tertawa kecil melihat Raditya terpaku melihat kecantikan dirinya. Detak jantungnya berdebar lebih dari biasanya. 

"Kak.... Adek kangen..." Kanya berbisik mesra sambil mengembangkan kedua tangannya mengundang Raditya memeluknya. 

Raditya memutar kursi roda mendekat ke tepi ranjang. Sekuat tenaga pemuda itu menghamburkan diri dalam pelukan Kanya.

"Maafkan aku....Kakak sudah tidak sempurna." Sebening tirta membasahi pipi Raditya. 

"Aku akan menjadi penyempurna Kakak. Menjadi tangan dan kaki Kakak, menjadi hidup Kakak selamanya sampai maut menjemput."

Raditya telentang pasrah, membiarkan kekasih hatinya menumpahkan segala rindu, melepas segala resah dan memeluknya sekuat hati. 

Tubuh mereka menyatu, detak jantung berdegub sangat kencang  menimbulkan keramaian di telinga. 

"I miss you...," muka Kanya dekat sekali di muka kekasih hatinya. Raditya memandang lekat kedua bola mata bidadarinya.

Ia menemukan kehangatan berapi-api. Menemukan percik-percik yang membakar jiwanya, menimbulkan gejolak yang perlahan-lahan menghapus keraguannya.


"Kakak juga kangen banget," balas Raditya sambil menahan getar di bibirnya.

Kanya tersenyum lembut sekali, lalu mendekatkan mukanya ke muka Raditya, membuka bibirnya bagai sekuntum bunga yang merekah menyambut matahari pagi. Kedua kelopak matanya menutup perlahan, sebelum bibir mereka beradu lembut.


Raditya merasakan betapa sebuah aliran hangat seperti merayap keluar dari bibir manis, menelusup ke bibirnya sendiri lalu memenuhi dadanya.

Semendadak angin resah sirna. Rasa gelisah lenyap, seperti embun diterpa panas mentari dan kini panas mentari terbit di tubuhnya, membuat darah menggelegak seperti mendidih.


Kanya terperanjat, memeluk leher Raditya, mengulum membuka menari dan mulai menjelajah.

Ayolah, tumpahkan apa yang ingin ditumpahkan, jangan ditahan. Biarkan mengalir seperti air ke telaga bening tanpa warna.

Lakukan pula apa yang selama ini diimpikan. Lakukan dan lakukan lagi. Ayolah…..

Sandiwara Karma Cinta 


Benarkah hukum karma itu ada atau hanya sebuah sandiwara alibi mencari pembenaran saja? Kospirasi semesta terkadang bercanda tidak lucu sama sekali. 

Sakit rasanya perih tiada terkira. Meluluh-lantahkan hati saat orang tercinta hanya mempermainkan semata. Bagaimana tidak perih? Kekasih hati yang diperjuangkan dengan banjir air mata berakhir menjadi luka membetas sukma.


Takdir kejam telah merenggut Raditya untuk bisa berjalan lagi tersebab tertabrak mobil di hari menjelang pertunanganya dengan Dita.

Entah konspirasi alam apalagi yang terjadi? Gadis yang diramu, dipuja kekasihnya untuk diperistri justru malah adiknya sendiri. Tidak ubahnya benang kusut terjebak dalam kerancuan waktu mempermainkan cinta mereka.

"Kakak suka?" Sebuah tanya mesra dari Kanya pada Raditya saat mereka tengah jalan-jalan mengelilingi kolam renang di atas gedung untuk menikmati keindahan kota cosmopolitan Singapura.

"Gak suka," balas Raditya menikmati semilir angin laut bersuling di puncak gedung-gedung menjulang menantang bersamaan dengan matahari yang meninggalkan peraduannya.

"Bener gak suka?" tanya bunga layu sebelum berkembang itu.

Spontan langkah kaki Kanya terhenti memaku pada lantai, air mukanya mulai memerah. Ia lepaskan dorongan kursi roda yang seolah terasa berat.

Kursi yang telah membuatnya cemburu. Bagaimana tidak? Kemanapun pergi Raditya harus di temani kursi menggelinding itu.

"Gak suka. Aku gak suka kalau gak ada kamu bersamaku."

"Gombal..."

"Gak percaya? Tanyakan saja pada gedung-gedung bisa itu."

"Iya iya ... Apa yang enggak sih buat Kakak."

Semua hal telah terlewati bersama-sama dalam suka dalam duka dan mungkin juga dalam neraka?

Mentatari mulai menyinari separuh permukaan bumi, tetes butiran-butiran embun yang jatuh dari langit mulai lenyap tidak berbekas.

"Kenapa kita gak langsung pulang ke Indonesia, Kak?" Kanya mengalihkan pembicaraan.

Pemandangan kota Singapura memanjakan mata gadis cantik berkulit putih selembut sutera itu. Kemanapun mata memandang selalu nampak keindahan, keindahan yang terlahir dari orang-orang membenci.

"Pulang?" balik tanya Raditya dengan nada sumbang.

Mendengar pertanyaan  seperti tidak bersahabat membuat Kanya semakin penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi. Bernarkah Raditya mencoba mengakhiri hidupnya karena telah bergaul rapat dengan Dita stau ada alasan lain.

"I-iya, Kak," balasnya lirih.

Gadis tidak perawan yang mengenakan midi dress motif floral itu segera memeluk Raditya dari belakang.

"Jika sudah siap kita akan pulang, Nya."

"Kenapa, Kak?" Kanya sedikit mulai mengintrogasi mesra.

"Tega menelantarkan anaknya sendiri bahkan sejak dalam kandungan. Papa macam apa itu?" Raditya mendengus sinis.

"Jadi Kakak udah tau kalau Om Bayu itu adalah Papa Urya?"

"Jangan sebut namanya. Sakit telingaku mendengarnya," kata Raditya mengguntur.

Matanya merah membakar dada. Tersirat jelas ada sesuatu dendam yang begitu dalam pada ayah kandungnya sendiri.

Dendam yang  Terlarang 


Bagaimana Raditya tidak marah? Selama ini ia sangat merindukan sosok ayah yang di anggapnya telah tiada. Tapi apa? Setelah ia mengetahui kebenaran bahwa ayah kandungnya masih hidup dan baik-baik saja. Seolah telah  membuangnya. 

Membuat kerinduan itu menjadi benih kebencian dan amarah yang sangat mendalam. Sakit hanya tidak berdarah. 

"Maafin Adek, Kak. Aku mohon..." balas Kanya sendu-sedan. Ia sangat ketakutan melihat Putra Surya itu yang marah besar.

Keingin-tahuan telah mengerogoti otaknya namun apa daya, Kanya tidak ingin kehilangan Raditya. Terpaksa ia hanya bisa menelan pertanyaan-pertanyaan itu dalam-dalam.

Pahit memang, sangat pahit sekali dengan apa yang Kanya terima dengan terpaksa hanya bisa diam seribu bahasa. Remuk-redam rasanya mengetahui kekasih hati belum bisa berbagi kejujuran meski telah berbagi jelijih kehidupan.

"Kamu gak salah, Nya. Kakak lah yang salah. Kakak telah gagal melindungi kesucianmu."

"Apa Kakak menyesal?... Baiklah jika Kak Raditya menginginkan aku pergi. Aku akan pergi menjauh."

Debu kosmetik tipis pada wajahnya telah berguris-guris mengelimantang oleh lelehan sebening tirta yang melompat begitu saja dari kelopak mata gadis dengan rambut tata tak ikal lurus jatuh sebahu itu.

"Terserah kalau itu maumu, Nya." Raditya menghela nafas denga melemparkan pandanganya jauh pada pucuk-pucuk gedung bertingkat.

Kenapa? Tidak perlu menghitung berapa banyak yang Kanya korbankan, serta berapa besar diberikan untuk Raditya, tetap saja namanya mahkluk betina pasti sakit hati pada lelaki tidak jujur.

"Ahk... Kak Raditya jahat.. Kalau aku bisa, pasti dari dulu aku sudah ninggalin Kakak."

Kanya tergugu memandang Putra Surya.

Apa kurang baik Kanya? Siapa dia? Sanak saudara tidak punya bahkan terbuang semenjak lahir. Mungkinkah kehadiranya tidak dinginkan bumi ini atau justru lebih baik kulitnya yang putih selembut sutera itu dijadikan saja santapan cacing tanah?



Pikirnya melayang jauh ke taman bermain di panti asuhan sewaktu kecil dulu, pada bocah-bocah berkulit dekil, berbaju lungsuran bekas, menangis berebut nasi atau ada nasi gak ada lauknya karena buat rebutan. Dahulu pun ia menjadi gerombolan bocah-bacah berkulit dekil itu sebelum alkhirnya bertemu dengan Mama Eva.

Seorang mama yang telah melahirkan laki-laki yang ia sangat cintai. Lelaki yang telah memaksa bertekuk lutut kelonjotan tepar tak berdaya di hadapanya.

"Kakak hanya tak ingin menjadi beban untukmu! Lihat Kakak yang sudah tak sempurna, Nya!!"

"Aku tidak bisa meninggalkan, Kakak!"

"Kenapa kamu begitu bodoh mencintaiku, Nya? Kenapa?"

"A-ku... T-tidak bisa... M-meningalkan, Kakak..!!"

Kanya menangis sejadi-jadinya. Bagaimana menjelaskan pada Raditya akan suatu kenyataan yang memaksa lidahnya kelu.

"Kamu tau, kan? Meski tidak jadi istriku, kamu tetap keluarga Surya!" tegas Raditya.

Anak lelaki yang kini sangat membenci ayah kandungnya sendiri itu seoalah tidak peduli. Jangankan peduli sedikit saja! Peka pun tidak. Kanya hanya tidak ingin Raditya mencoba mengakhiri hidupnya lagi jika mengetahui kebenaran yang telah disimpanya? Sebuah kebenaran berharga yang ia bahkan rela mati untuknya.

Kebenaran apakah itu? Bagaimana cara menjelaskannya jika tidak ada kejujuran di antara mereka? Atau justru semesta tengah memainkan dramanya lagi lewat aksara jiwa yang tersirat.

"Bukan itu, Kak!" balasnya sendu-sedan.

"Lantas kenapa?"

Bagaimana bisa meninggalkan lelaki yang telah menggaulinya rapat selama ini semenjak malam tragedi kelam di Bali itu? Cewek jika belum 'kena', biasanya angkuh setengah hidup bukan setengah mati. Namun kalau sudah 'kena'? Bagaimana bisa pergi? Jawab.

"Bukan itu, Kak!"

"Lantas kenapa, Nya! Jangan sampai nanti kamu menyesal hidup bersamaku!" tegas Raditya.

"Aku memang menyesal, Kak. Puas?" kata Kanya memecah sepi.

Raditya terdiam menahan sesak di dada mendengar kata-kata dari wanita yang sangat di cintainya itu. Sungguh tak disangaka, begitu mudah Kanya mengurai kata-katanya dengan mudah.

Kanya berdiri membelakangi Raditya, matanya memandangi bias sinar mentari terpantul pada air kolam renang yang jernih dan riak yang halus di atas gedung pencakar langit. Serta hembusan udara hangat mulai memanas menyapu rambutnya yang jatuh menutupi wajah.

Tangan Raditya mulai memutar roda melingkar kanan kiri kursi roda untuk pergi menggelinding meninggalkannya.

"Tunggu, Kak!" pinta Kanya menghalangi Raditya.

"Sudah tidak ada yang bisa kita bicarakan lagi, Nya."

Raditya mencoba memutar untuk pergi namun Kanya tetap menghalangi jalanya. Sepertinya gadis tak jelas asal usulnya itu sudah habis kesabarannya.

"Aku memang menyesal, Kak!... Aku akan lebih menyesal lagi jika tidak menjadi istri Kakak. Aku tidak ingin bernasip sama seperti Mamanya Dita," tuntut tegas Kanya dengan tatapan mata nanar berkaca.

"Gak lucu, Nya. Gak usah bercanda!"--Raditya memegang kepalanya--,"Apa benar kamu gak akan menyesal, Nya?" lanjutnya.

Kanya hanya menjawab dengan memeluk Raditya erat-erat sebagai jawaban atas keberanaran  selama ini ia sembunyikan. Hanya mereka yang tau kapan saja telah bergaul rapat hingga tidak ada satu alasan untuk tidak segera menikah.

Suka tidak suka, mau tidak mau? Raditya harus menikahinya. Lantas bagaimana dengan kehamilan Dita ataukah itu juga sebuah sandiwara?

Dita atau Kanya?

Akankan karma terulang lagi pada Raditya sebagai buah perbuatan Urya atau memang semesta sedang memainkan drama kehidupan yang menyebalkan? Jangan lupa kuti terus untuk kisah selanjutnya.

Next

Daftar Isi Novel Cinta Terlarang 


Indeks link : 


(Tamat ) 


(On Going) 

Selamat membaca dan jangan lupa bahagia. Bersama Bercerita Bisa dan Terimakasih.

< Sebelumnya> < Selanjutnya >

Bebeb Admin
Bebeb Admin Admin Bebebs Belajar Bersama Bisa Comunity

Post a Comment for "Tumpahnya Kerinduan, Cinta Terlarang 2 Episode 26"