Cerita Horor, Tikungan Tajam Penuh Tangisan!
Cerpen Horor Tikungan Tajam Terbaru
Sorotan lampu berwarna putih memberi rasa silau ketika
melihat jalan raya yang tiba-tiba mulai gerimis juga muncul petir, walau begitu
Rama sama sekali tidak mengurangi kecepatan, rasa sesak dalam hati begitu kuat
ingin melampiaskan dengan berkendara.
Masih dengan lamunan teringat kejadian barusan saat Erna
tanpa peduli terhadap perasaannya, ingin sekali mempertanyakan mengapa harus
menolak dengan ucapan kasar, tetapi Rama memilih untuk terdiam menerima semua
umpatan itu.
“Mana mau aku sama kamu, sadar diri kenapa!” bentak Erna dengan
wajah penuh rasa sebal, seperti ingin Rama beranjak dari teras depan rumahnya.
“Aku memang belum kaya, tapi aku bakal terus berusaha” Rama
dengan keteguhan hati terus meyakinkan, bahwa pekerjaan kali ini bisa menjadi
modal ke jenjang lebih serius.
“Aku enggak mau jadi pacar kamu, mending pulang saja sana,
cari cewek lain. Aku kan enggak mau punya pacar kere....!”
“Kamu kok bisa ngomong kayak gitu ke aku....” tidak
menyangka bahwa Erna akan mengejek dirinya dengan kata-kata kasar begitu,
selama ini yang di tahu bahwa cewek itu baik.
“Sana pergi, enggak enak dilihat tetangga. Jangan ganggu aku
lagi!” usir Erna melihat ada seseorang lewat depan rumah, tanpa peduli lagi
keberadaan Rama, sekejap pintu langsung di tutup rapat dari dalam rumah.
“Aku enggak nyangka kamu tolak aku dengan kasar, hanya gara-gara
status.....” gumam Rama beranjak pergi mengendarai sepeda motor dengan rasa
sedih atas penolakan tersebut.
Suara klakson mobil dari belakang berhasil membangunkan Rama
dari lamunan, lalu sedikit meminggirkan posisi berkendara, apalagi jalanan
begitu ramai lalu lalang kendaraan. Bisa dibilang arah menuju rumah adalah desa
penambang pasir dan jalan perbatasan untuk menuju kota sebelah.
Tidak usah heran kalau sejak pagi banyak truk bermuatan dan
mobil berlalu lalang melewati jalanan besar ini, makanya banyak rambu-rambu
peringatan sepanjang perjalanan, terutama tikungan tajam dan jalan berlubang.
Hujan kian semakin deras mengguyur tubuh Rama yang hanya
mengenakan kaos pendek dan celana, pandangan mata sedikit menyipitkan untuk
mengurangi tetesan air hujan yang terus jatuh ke wajah, tetapi ketika itu tidak
mengetahui ada lubang yang lumayan besar.
Saat mengerem mendadak tidak sadar kalau dari belakang ada
truk bermuatan dengan kecepatan tinggi menanjak pada tikungan, dari arah
berlawanan silau cahaya dari mobil menutup pandangan melihat jalan. Dan tubrukan
keras mengenai kendaraan Rama dari belakang, sedangkan tubuh seperti terpental
jauh mengenai depan sebuah mobil, hingga menimbulkan benturan keras terjatuh
pada aspal.
Deras darah serasa mengalir pada wajah, timbul rasa sakit
pada bagian kepala, sedangkan tubuh terasa remuk. Hingga kegelapan malam
berhasil mengusir keberadaan Rama untuk beristirahat, namun samar-samar
terdengar teriakan dan kepanikan di sekelilingnya.
Kabar terjadinya kecelakaan pada tikungan tajam mulai
tersebar luas melalui media sosial juga berita televisi, pihak kepolisian
setempat memberi garis polisi dan melakukan olah kejadian perkara. Hingga
menimbulkan jalanan macet dan ramai orang melihat tempat bekas kecelakaan.
Ritual Sakral Leluhur
Selang satu minggu kemudian, kabar dari kecelakaan sudah
mulai menghilang bagai ditelan angin malam. Lalu lintas berjalan seperti
hari-hari biasanya, bahkan pemukiman yang berjarak kurang lebih sepuluh kilometer,
seperti ingin melupakan kejadian kecelakaan yang sering terjadi di desa
terpencil tersebut.
Ketika awan masih tampak pada langit nan cerah, tidak
terlihat seram walau sekeliling dipenuhi pepohonan tinggi pada pinggir jalanan,
lalu jurang terjal hanya tampak rumput liar tumbuh lebat. Tapi sudah banyak
sekali korban kecelakaan terjadi di sekitar sini, hanya ada sedikit kemungkinan
bisa selamat, sebab lalu lintas truk bermuatan tidak pernah berhenti lewat.
Entah mengapa tiba-tiba di desa tersebut ada sebuah keluarga
yang baru pindah dari luar provisi, karena selama ini hanya ditinggali oleh
penduduk sekitar. Jika diketahui lebih dalam memang penduduk yang bermukim di
sekitar masih tetap menjaga spiritual nenek moyang, hanya saja terbilang
tertutup.
Malam ini penduduk sekitar akan melaksanakan sebuah kegiatan
sakral yang hanya dilakukan satu tahun sekali. Bagi yang datang hanya
diperbolehkan untuk penduduk yang bermukim dan masih memiliki darah keturunan leluhur.
Namun tanpa diketahui penduduk sekitar, datanglah wanita
muda dari luar provinsi untuk melihat apa saja yang ada di tempat tersebut,
sebab dari rumahnya sangatlah dekat bisa dengan menggunakan kendaraan bermotor.
Tetapi acara sakral tersebut berlokasi sedikit menjauh dari jalan raya untuk
menjaga ketenangan selama proses acara berlangsung.
Tanpa sengaja wanita muda tersebut menabrak seorang
laki-laki yang sedang membawa bunga berbagai macam, berwadah daun pisang yang
dibentuk seperti mangkuk beraroma wangi, untung saja tidak tumpah.
“Maaf saya enggak sengaja....” kata wanita muda tersebut
mengambil ponsel yang jatuh ke tanah.
“Maaf kamu bukan orang sini ya?” laki-laki itu merasa asing,
apalagi penampilan yang lebih berbeda baik pakaian maupun berdandan.
“Iya, saya baru pindah tadi. Terus kepo ada orang-orang pada
pergi ke sini, saya ikutan ke sini juga!” jelas wanita muda tersebut.
“Sebentar saya letakkan ini, jangan pergi tunggu di sini!”
pinta laki-laki itu menuju sebuah kerumunan tempat meletakkan sesaji, lalu
kembali menghampiri untuk melanjutkan obrolan sekaligus mengajaknya menjauh
dari tempat ini.
“Ayo ikut saya, jangan lama-lama di sini nanti ketahuan tetua
adat!” tambah laki-laki itu menjauhi tempat tersebut, lalu berhenti di sebuah
warung kopi pada ujung sana tetapi sedang tutup.
“Acara ini hanya boleh dihadiri penduduk sekitar, orang luar
dilarang datang pamali. Lebih baik kamu pulang, lagi pula ini sudah hampir
larut malam, enggak bagus perempuan keluar sendiri!”
“Maaf saya kurang tahu itu”
“Iya, enggak pa-pa. Nama kamu siapa?” laki-laki itu mulai
mencoba berkenalan dengan salah satu warga baru, “Saya Rama...”
“Saya Regina” menerima jabatan tangan sebagai tanda
perkenalan.
“Lebih baik kamu pulang saya antar, sudah malam enggak baik
pulang sendirian!” ucap Rama mengetahui bahwa sangat rawan sekali kalau ada
wanita pulang sendiri, apalagi jalanan hanya dilalui laki-laki membawa
kendaraan, jangan sampai ada kejadian tidak diinginkan.
“Maaf jadi merepotkan, tapi saya bawa sepeda sendiri”
menunjukkan sepeda metik terparkir dekat pohon tidak jauh dari tempat mereka
duduk.
“Saya juga bawa sepeda, nanti saya ikuti dari belakang sampai
depan rumah, setelah itu saya pergi!” Rama beranjak dari tempat duduk menuju
sepedanya yang terparkir di dekat sepeda penduduk sekitar.
Dalam perjalanan pulang, Regina terus fokus melihat jalanan
karena sedang ramai seperti biasanya, hingga terhenti pada sebuah pelataran rumah.
Namun ketika Regina ingin mengajak Rama untuk mampir ke rumah, tidak ada
keberadaannya lagi. Regina berpikir mungkin langsung pulang atau ingin kembali
mengikuti acara sakral tersebut.
Di dalam kamar tidur, Regina sama sekali tidak bisa
memejamkan mata untuk istirahat. Berkali-kali wajah Rama terus teringat dalam
benaknya, seperti ada sesuatu yang berbeda setelah kejadian pertemuan tadi.
Tanpa terasa waktu memasuki tengah malam, hingga rasa kantuk mulai terasakan.
Korban Kecelakaan Tikungan Tajam Berkumpul, Penuh Tangisan!
Acara sakral sedang berlangsung, sesaji yang tadi
dikumpulkan mulai diberi mantra-mantra oleh tetua adat. Penduduk sekitar juga
ikut mengiringi setiap apa yang dikatakan, aroma wangi perlahan tercium tajam,
embusan angin malam terus menghembuskan hingga menimbulkan bulu kuduk berdiri.
Obor ditata mengitari untuk menerangi tempat tersebut,
ketika memasuki acara tengah seperti ada sesuatu yang datang secara
beramai-ramai, tetua adat berkata kalau sepanjang perjalanan acara akan
dihadiri leluhur. Di acara ini juga menetralkan lingkungan sekitar agar tidak
lagi menimbulkan kecelakaan hingga memakan korban.
Suasana tengah malam begitu mencengangkan, jangan heran jika
acara ini dihadiri oleh orang yang sudah berumur, sedangkan anak remaja belum
menikah hanya diberi ijin mengikuti di luar obor. Seperti prasangka Regina,
kalau Rama memang sudah kembali untuk mengikuti acara sakral tersebut, karena
sejak dahulu sering dipinta untuk membantu membawa sesaji.
Hanya saja keinginan untuk mengikuti acara di dalam
lingkaran obor masih belum diizinkan, tetapi Rama merasa senang bisa mengikuti
berbagai macam acara sakral di desa. Karena kepatuhan yang sudah diajarkan oleh
orang tua, anak remaja sangat mematuhi peraturan dan menjauhi larangan.
Selama dua jam acara berlangsung, setelah itu anak remaja
dipersilahkan untuk pulang ke rumah masing-masing, sedangkan orang tua dan
tetua adat masih melanjutkan ke acara tambahan sebagai penutup. Bisa dikatakan
kalau arwah orang kecelakaan seperti berkumpul untuk meminta doa, namun hanya
orang tertentu yang dapat melihatnya.
Mantra-mantra menggema bersuara merdu namun mencengkeram
kuat, aroma amis dapat tercium bagai darah baru tumpah-ruah. Jikalau bisa
menampilkan gambaran yang tengah terjadi sekarang, berbagai macam bentuk
kecelakaan hingga jeritan tangis menyayat hati, tidak kuasa untuk melihat arwah-arwah
merintih kesakitan.
Tidak ada yang bisa untuk diperbaiki agar bisa kembali tenang
dari berbagai macam kecelakaan yang terjadi, sebab semua sudah memiliki garis
kehidupan masing-masing, lewat acara sakral ini semua hanya bisa mendoakan agar
arwah bisa diberikan ketenangan dan tidak lagi merasakan penderitaan.
Dia Telah Mati, Lalu Kemarin itu Siapa?
Regina keluar rumah ketika waktu masih siang, karena sedang
tidak ada kegiatan, kedua orang tuanya menyuruh untuk mengurus kepindahan pada
kecamatan setempat. Karena jarak lumayan jauh harus berkendara melewati jalan tikungan
tajam dan menajak. Regina mengendarai sepeda motor dengan sangat berhati-hati,
apalagi kabar yang beredar di sini sering terjadi kecelakaan.
Hampir seharian mengurus surat pindah, juga membeli
keperluan rumah yang belum ada isinya, apalagi rumah tersebut juga harus
diperbaiki lagi. Keperluan perabotan rumah, ke toko bangunan dan beberapa
tempat yang harus didatangi.
Tanpa terasa langit sudah mulai menjingga, hujan turun deras
mengguyur jalanan, Regina mencoba untuk mencari tempat meneduh sekaligus untuk
makan. Sambil menunggu hujan reda, jika kembali pulang tidak mungkin, sudah
pasti jalanan akan licin.
Dari kaca dapat dilihat lalu lalang kendaraan menerjang
derasnya hujan, sambil menikmati nasi campur dan teh hangat menikmati suasana
menjelang malam. Karena bahasa daerah setempat membuatnya merasa kesulitan
untuk berbicara dan memahami apa yang diucapkan orang.
Hampir dua jam setengah Regina meminta ijin pemilik tempat
makan untuk meneduh lebih lama, karena tahu tempat tinggal yang rawan
kecelakaan dan jauh pemilik mengajak berbicara untuk menghilangkan rasa bosan.
Akhirnya hujan mulai berhenti, Regina berpamitan untuk
segera pulang takut kemalaman di perjalanan, apalagi orang tua sedari tadi
terus menghubungi untuk bergegas pulang sebelum larut malam.
Dalam perjalanan pulang terasa sangat dingin, namun malam
ini tidak ada satupun kendaraan lewat, jadi Regina hanya bisa fokus berkendara
dan berusaha untuk memenangkan diri, apalagi dirinya sangat penakut.
Tidak sengaja dalam perjalanan terlihat seorang laki-laki
mengenakan kaos pendek, celana panjang dan menggunakan sandal jepit berjalan
kaki. Ketika Regina melihat lebih detail teringat kalau itu Rama, laki-laki
yang ditemui kemarin malam dan yang mengantar pulang.
“Rama” panggil Regina menghentikan tepat di samping Rama,
“Mau pulang?”
“Iya, kamu dari mana malam-malam begini?”
“Dari urus keperluan pindah, sepeda kamu ke mana?” dibuka
kaca helm agar telah jelas melihat sekeliling, karena pantulan sinar lampu
jalanan sedikit silau.
“Tadi mogok, aku tinggal di bengkel....”
“Ya sudah kalau gitu, kamu aku antar pulang. Dingin banget
kalau jalan kaki, lagi pula masih jauh banget sama pemukiman penduduk, ayo naik
biar aku yang bonceng” Regina menghidupkan kendaraan bermotor kembali, segera
menancap gas meninggalkan jalanan yang sepi.
Memang sejak tadi Regina dan Rama saling terdiam, tidak ada
obrolan lagi setelah menaiki kendaraan bermotor, tetapi Regina masih bisa
merasakan sedang membonceng. Karena tidak begitu akrab lebih baik saling diam.
Ketika sampai di depan rumah Rama, Regina disuruh untuk
berjalan lebih dahulu dan meminta untuk mengetuk pintu. Tanpa banyak bicara
langsung diketuk pintu rumah tersebut yang terlibat sepi, namun masih bisa
terdengar obrolan seseorang di dalam rumah.
“Permisi... permisi.....”
Suara pintu dibuka oleh seorang ibu-ibu, “Iya, ada apa? Ada
yang bisa dibantu?”
“Saya tadi enggak sengaja ketemu Rama berjalan sendiri di
jalan, terus saya sekarang mengantarkan pulang, katanya ini rumahnya!”
penjelasan itu sontak membuat ibu itu langsung meneteskan air mata, membuat
Regina merasa kebingungan saat memalingkan tubuh ke belakang tidak menemukan
Rama.
“Loh Rama ke mana?....” ucap Regina celingukan mencari
keberadaannya yang tadi berdiri dekat kendaraan bermotor, “Rama... Rama?”
Ibu itu mulai berbicara, “Ayo masuk dulu, ibu mau bilang
sesuatu!”
Saat memasuki rumah terlihat foto Rama terpasang di dinding,
kembali obrolan ibu mulai untuk menjelaskan sesuatu tersebut, “Nak, apa Rama
itu yang kamu antar pulang?”
“Iya, buk!” melihat foto yang ditunjukkan, “Tapi tadi Rama
ada di dekat sepeda saya”
“Sebenarnya Rama yang kamu temui sudah meninggal beberapa
hari lalu karena kecelakaan di tikungan....”
Sontak penjelasan itu membuat Regina langsung lemas, tidak
menyangka kalau laki-laki yang ditemui kemarin sudah tidak lagi bernyawa, lalu obrolan
yang terjadi antara dirinya itu bagaimana? Berlinang air mata membasahi pipi,
tidak bisa percaya bahwa Rama yang begitu baik ternyata telah meninggal karena
kecelakaan.
Titimangsa : Malang 5 Oktober 2022
Penulis : lianasari993
Judul : Pertemuan Sesaat (pernah ikut event)
Post a Comment for "Cerita Horor, Tikungan Tajam Penuh Tangisan!"
Disclaimer: Semua isi konten baik, teks, gambar dan vidio adalah tanggung jawab author sepenuhnya dan jika ada pihak-pihak yang merasa keberatan/dirugikan silahkan hubungi admin pada disclaimer untuk kami hapus.