Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Cerita Horor, Tikungan Tajam Penuh Tangisan!

Cerpen Horor Tikungan Tajam Terbaru

 

Bebebs - Dalam perjalanan pulang, Rama mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi untuk menghilangkan rasa sakit atas perlakuan Erna yang telah menolak cintanya. Pandangan tampak begitu kosong dengan sorot mata tajam menahan air mata, namun embusan angin berhasil merobohkan dinding kaca hingga tidak bisa menahan tangisan lagi.

Sorotan lampu berwarna putih memberi rasa silau ketika melihat jalan raya yang tiba-tiba mulai gerimis juga muncul petir, walau begitu Rama sama sekali tidak mengurangi kecepatan, rasa sesak dalam hati begitu kuat ingin melampiaskan dengan berkendara.

Masih dengan lamunan teringat kejadian barusan saat Erna tanpa peduli terhadap perasaannya, ingin sekali mempertanyakan mengapa harus menolak dengan ucapan kasar, tetapi Rama memilih untuk terdiam menerima semua umpatan itu.

“Mana mau aku sama kamu, sadar diri kenapa!” bentak Erna dengan wajah penuh rasa sebal, seperti ingin Rama beranjak dari teras depan rumahnya.

“Aku memang belum kaya, tapi aku bakal terus berusaha” Rama dengan keteguhan hati terus meyakinkan, bahwa pekerjaan kali ini bisa menjadi modal ke jenjang lebih serius.

“Aku enggak mau jadi pacar kamu, mending pulang saja sana, cari cewek lain. Aku kan enggak mau punya pacar kere....!”

“Kamu kok bisa ngomong kayak gitu ke aku....” tidak menyangka bahwa Erna akan mengejek dirinya dengan kata-kata kasar begitu, selama ini yang di tahu bahwa cewek itu baik.

“Sana pergi, enggak enak dilihat tetangga. Jangan ganggu aku lagi!” usir Erna melihat ada seseorang lewat depan rumah, tanpa peduli lagi keberadaan Rama, sekejap pintu langsung di tutup rapat dari dalam rumah.

“Aku enggak nyangka kamu tolak aku dengan kasar, hanya gara-gara status.....” gumam Rama beranjak pergi mengendarai sepeda motor dengan rasa sedih atas penolakan tersebut.

Suara klakson mobil dari belakang berhasil membangunkan Rama dari lamunan, lalu sedikit meminggirkan posisi berkendara, apalagi jalanan begitu ramai lalu lalang kendaraan. Bisa dibilang arah menuju rumah adalah desa penambang pasir dan jalan perbatasan untuk menuju kota sebelah.

Tidak usah heran kalau sejak pagi banyak truk bermuatan dan mobil berlalu lalang melewati jalanan besar ini, makanya banyak rambu-rambu peringatan sepanjang perjalanan, terutama tikungan tajam dan jalan berlubang.

Hujan kian semakin deras mengguyur tubuh Rama yang hanya mengenakan kaos pendek dan celana, pandangan mata sedikit menyipitkan untuk mengurangi tetesan air hujan yang terus jatuh ke wajah, tetapi ketika itu tidak mengetahui ada lubang yang lumayan besar.

Saat mengerem mendadak tidak sadar kalau dari belakang ada truk bermuatan dengan kecepatan tinggi menanjak pada tikungan, dari arah berlawanan silau cahaya dari mobil menutup pandangan melihat jalan. Dan tubrukan keras mengenai kendaraan Rama dari belakang, sedangkan tubuh seperti terpental jauh mengenai depan sebuah mobil, hingga menimbulkan benturan keras terjatuh pada aspal.

Deras darah serasa mengalir pada wajah, timbul rasa sakit pada bagian kepala, sedangkan tubuh terasa remuk. Hingga kegelapan malam berhasil mengusir keberadaan Rama untuk beristirahat, namun samar-samar terdengar teriakan dan kepanikan di sekelilingnya.

Kabar terjadinya kecelakaan pada tikungan tajam mulai tersebar luas melalui media sosial juga berita televisi, pihak kepolisian setempat memberi garis polisi dan melakukan olah kejadian perkara. Hingga menimbulkan jalanan macet dan ramai orang melihat tempat bekas kecelakaan.

Ritual Sakral Leluhur

Selang satu minggu kemudian, kabar dari kecelakaan sudah mulai menghilang bagai ditelan angin malam. Lalu lintas berjalan seperti hari-hari biasanya, bahkan pemukiman yang berjarak kurang lebih sepuluh kilometer, seperti ingin melupakan kejadian kecelakaan yang sering terjadi di desa terpencil tersebut.

Ketika awan masih tampak pada langit nan cerah, tidak terlihat seram walau sekeliling dipenuhi pepohonan tinggi pada pinggir jalanan, lalu jurang terjal hanya tampak rumput liar tumbuh lebat. Tapi sudah banyak sekali korban kecelakaan terjadi di sekitar sini, hanya ada sedikit kemungkinan bisa selamat, sebab lalu lintas truk bermuatan tidak pernah berhenti lewat.

Entah mengapa tiba-tiba di desa tersebut ada sebuah keluarga yang baru pindah dari luar provisi, karena selama ini hanya ditinggali oleh penduduk sekitar. Jika diketahui lebih dalam memang penduduk yang bermukim di sekitar masih tetap menjaga spiritual nenek moyang, hanya saja terbilang tertutup.

Malam ini penduduk sekitar akan melaksanakan sebuah kegiatan sakral yang hanya dilakukan satu tahun sekali. Bagi yang datang hanya diperbolehkan untuk penduduk yang bermukim dan masih memiliki darah keturunan leluhur.

Namun tanpa diketahui penduduk sekitar, datanglah wanita muda dari luar provinsi untuk melihat apa saja yang ada di tempat tersebut, sebab dari rumahnya sangatlah dekat bisa dengan menggunakan kendaraan bermotor. Tetapi acara sakral tersebut berlokasi sedikit menjauh dari jalan raya untuk menjaga ketenangan selama proses acara berlangsung.

Tanpa sengaja wanita muda tersebut menabrak seorang laki-laki yang sedang membawa bunga berbagai macam, berwadah daun pisang yang dibentuk seperti mangkuk beraroma wangi, untung saja tidak tumpah.

“Maaf saya enggak sengaja....” kata wanita muda tersebut mengambil ponsel yang jatuh ke tanah.

“Maaf kamu bukan orang sini ya?” laki-laki itu merasa asing, apalagi penampilan yang lebih berbeda baik pakaian maupun berdandan.

“Iya, saya baru pindah tadi. Terus kepo ada orang-orang pada pergi ke sini, saya ikutan ke sini juga!” jelas wanita muda tersebut.

“Sebentar saya letakkan ini, jangan pergi tunggu di sini!” pinta laki-laki itu menuju sebuah kerumunan tempat meletakkan sesaji, lalu kembali menghampiri untuk melanjutkan obrolan sekaligus mengajaknya menjauh dari tempat ini.

“Ayo ikut saya, jangan lama-lama di sini nanti ketahuan tetua adat!” tambah laki-laki itu menjauhi tempat tersebut, lalu berhenti di sebuah warung kopi pada ujung sana tetapi sedang tutup.

“Acara ini hanya boleh dihadiri penduduk sekitar, orang luar dilarang datang pamali. Lebih baik kamu pulang, lagi pula ini sudah hampir larut malam, enggak bagus perempuan keluar sendiri!”

“Maaf saya kurang tahu itu”

“Iya, enggak pa-pa. Nama kamu siapa?” laki-laki itu mulai mencoba berkenalan dengan salah satu warga baru, “Saya Rama...”

“Saya Regina” menerima jabatan tangan sebagai tanda perkenalan.

“Lebih baik kamu pulang saya antar, sudah malam enggak baik pulang sendirian!” ucap Rama mengetahui bahwa sangat rawan sekali kalau ada wanita pulang sendiri, apalagi jalanan hanya dilalui laki-laki membawa kendaraan, jangan sampai ada kejadian tidak diinginkan.

“Maaf jadi merepotkan, tapi saya bawa sepeda sendiri” menunjukkan sepeda metik terparkir dekat pohon tidak jauh dari tempat mereka duduk.

“Saya juga bawa sepeda, nanti saya ikuti dari belakang sampai depan rumah, setelah itu saya pergi!” Rama beranjak dari tempat duduk menuju sepedanya yang terparkir di dekat sepeda penduduk sekitar.

Dalam perjalanan pulang, Regina terus fokus melihat jalanan karena sedang ramai seperti biasanya, hingga terhenti pada sebuah pelataran rumah. Namun ketika Regina ingin mengajak Rama untuk mampir ke rumah, tidak ada keberadaannya lagi. Regina berpikir mungkin langsung pulang atau ingin kembali mengikuti acara sakral tersebut.

Di dalam kamar tidur, Regina sama sekali tidak bisa memejamkan mata untuk istirahat. Berkali-kali wajah Rama terus teringat dalam benaknya, seperti ada sesuatu yang berbeda setelah kejadian pertemuan tadi. Tanpa terasa waktu memasuki tengah malam, hingga rasa kantuk mulai terasakan.

Korban Kecelakaan Tikungan Tajam Berkumpul, Penuh Tangisan!

Acara sakral sedang berlangsung, sesaji yang tadi dikumpulkan mulai diberi mantra-mantra oleh tetua adat. Penduduk sekitar juga ikut mengiringi setiap apa yang dikatakan, aroma wangi perlahan tercium tajam, embusan angin malam terus menghembuskan hingga menimbulkan bulu kuduk berdiri.

Obor ditata mengitari untuk menerangi tempat tersebut, ketika memasuki acara tengah seperti ada sesuatu yang datang secara beramai-ramai, tetua adat berkata kalau sepanjang perjalanan acara akan dihadiri leluhur. Di acara ini juga menetralkan lingkungan sekitar agar tidak lagi menimbulkan kecelakaan hingga memakan korban.

Suasana tengah malam begitu mencengangkan, jangan heran jika acara ini dihadiri oleh orang yang sudah berumur, sedangkan anak remaja belum menikah hanya diberi ijin mengikuti di luar obor. Seperti prasangka Regina, kalau Rama memang sudah kembali untuk mengikuti acara sakral tersebut, karena sejak dahulu sering dipinta untuk membantu membawa sesaji.

Hanya saja keinginan untuk mengikuti acara di dalam lingkaran obor masih belum diizinkan, tetapi Rama merasa senang bisa mengikuti berbagai macam acara sakral di desa. Karena kepatuhan yang sudah diajarkan oleh orang tua, anak remaja sangat mematuhi peraturan dan menjauhi larangan.

Selama dua jam acara berlangsung, setelah itu anak remaja dipersilahkan untuk pulang ke rumah masing-masing, sedangkan orang tua dan tetua adat masih melanjutkan ke acara tambahan sebagai penutup. Bisa dikatakan kalau arwah orang kecelakaan seperti berkumpul untuk meminta doa, namun hanya orang tertentu yang dapat melihatnya.

Mantra-mantra menggema bersuara merdu namun mencengkeram kuat, aroma amis dapat tercium bagai darah baru tumpah-ruah. Jikalau bisa menampilkan gambaran yang tengah terjadi sekarang, berbagai macam bentuk kecelakaan hingga jeritan tangis menyayat hati, tidak kuasa untuk melihat arwah-arwah merintih kesakitan.

Tidak ada yang bisa untuk diperbaiki agar bisa kembali tenang dari berbagai macam kecelakaan yang terjadi, sebab semua sudah memiliki garis kehidupan masing-masing, lewat acara sakral ini semua hanya bisa mendoakan agar arwah bisa diberikan ketenangan dan tidak lagi merasakan penderitaan.

Dia Telah Mati, Lalu Kemarin itu Siapa?

Regina keluar rumah ketika waktu masih siang, karena sedang tidak ada kegiatan, kedua orang tuanya menyuruh untuk mengurus kepindahan pada kecamatan setempat. Karena jarak lumayan jauh harus berkendara melewati jalan tikungan tajam dan menajak. Regina mengendarai sepeda motor dengan sangat berhati-hati, apalagi kabar yang beredar di sini sering terjadi kecelakaan.

Hampir seharian mengurus surat pindah, juga membeli keperluan rumah yang belum ada isinya, apalagi rumah tersebut juga harus diperbaiki lagi. Keperluan perabotan rumah, ke toko bangunan dan beberapa tempat yang harus didatangi.

Tanpa terasa langit sudah mulai menjingga, hujan turun deras mengguyur jalanan, Regina mencoba untuk mencari tempat meneduh sekaligus untuk makan. Sambil menunggu hujan reda, jika kembali pulang tidak mungkin, sudah pasti jalanan akan licin.

Dari kaca dapat dilihat lalu lalang kendaraan menerjang derasnya hujan, sambil menikmati nasi campur dan teh hangat menikmati suasana menjelang malam. Karena bahasa daerah setempat membuatnya merasa kesulitan untuk berbicara dan memahami apa yang diucapkan orang.

Hampir dua jam setengah Regina meminta ijin pemilik tempat makan untuk meneduh lebih lama, karena tahu tempat tinggal yang rawan kecelakaan dan jauh pemilik mengajak berbicara untuk menghilangkan rasa bosan.

Akhirnya hujan mulai berhenti, Regina berpamitan untuk segera pulang takut kemalaman di perjalanan, apalagi orang tua sedari tadi terus menghubungi untuk bergegas pulang sebelum larut malam.

Dalam perjalanan pulang terasa sangat dingin, namun malam ini tidak ada satupun kendaraan lewat, jadi Regina hanya bisa fokus berkendara dan berusaha untuk memenangkan diri, apalagi dirinya sangat penakut.

Tidak sengaja dalam perjalanan terlihat seorang laki-laki mengenakan kaos pendek, celana panjang dan menggunakan sandal jepit berjalan kaki. Ketika Regina melihat lebih detail teringat kalau itu Rama, laki-laki yang ditemui kemarin malam dan yang mengantar pulang.

“Rama” panggil Regina menghentikan tepat di samping Rama, “Mau pulang?”

“Iya, kamu dari mana malam-malam begini?”

“Dari urus keperluan pindah, sepeda kamu ke mana?” dibuka kaca helm agar telah jelas melihat sekeliling, karena pantulan sinar lampu jalanan sedikit silau.

“Tadi mogok, aku tinggal di bengkel....”

“Ya sudah kalau gitu, kamu aku antar pulang. Dingin banget kalau jalan kaki, lagi pula masih jauh banget sama pemukiman penduduk, ayo naik biar aku yang bonceng” Regina menghidupkan kendaraan bermotor kembali, segera menancap gas meninggalkan jalanan yang sepi.

Memang sejak tadi Regina dan Rama saling terdiam, tidak ada obrolan lagi setelah menaiki kendaraan bermotor, tetapi Regina masih bisa merasakan sedang membonceng. Karena tidak begitu akrab lebih baik saling diam.

Ketika sampai di depan rumah Rama, Regina disuruh untuk berjalan lebih dahulu dan meminta untuk mengetuk pintu. Tanpa banyak bicara langsung diketuk pintu rumah tersebut yang terlibat sepi, namun masih bisa terdengar obrolan seseorang di dalam rumah.

“Permisi... permisi.....”

Suara pintu dibuka oleh seorang ibu-ibu, “Iya, ada apa? Ada yang bisa dibantu?”

“Saya tadi enggak sengaja ketemu Rama berjalan sendiri di jalan, terus saya sekarang mengantarkan pulang, katanya ini rumahnya!” penjelasan itu sontak membuat ibu itu langsung meneteskan air mata, membuat Regina merasa kebingungan saat memalingkan tubuh ke belakang tidak menemukan Rama.

“Loh Rama ke mana?....” ucap Regina celingukan mencari keberadaannya yang tadi berdiri dekat kendaraan bermotor, “Rama... Rama?”

Ibu itu mulai berbicara, “Ayo masuk dulu, ibu mau bilang sesuatu!”

Saat memasuki rumah terlihat foto Rama terpasang di dinding, kembali obrolan ibu mulai untuk menjelaskan sesuatu tersebut, “Nak, apa Rama itu yang kamu antar pulang?”

“Iya, buk!” melihat foto yang ditunjukkan, “Tapi tadi Rama ada di dekat sepeda saya”

“Sebenarnya Rama yang kamu temui sudah meninggal beberapa hari lalu karena kecelakaan di tikungan....”

Sontak penjelasan itu membuat Regina langsung lemas, tidak menyangka kalau laki-laki yang ditemui kemarin sudah tidak lagi bernyawa, lalu obrolan yang terjadi antara dirinya itu bagaimana? Berlinang air mata membasahi pipi, tidak bisa percaya bahwa Rama yang begitu baik ternyata telah meninggal karena kecelakaan.

Titimangsa : Malang 5 Oktober 2022

Penulis : lianasari993

Judul : Pertemuan Sesaat (pernah ikut event)

lianasari993
lianasari993 lianasari993 merupakan nama pena, kerap kali di panggil Lian. Lahir dan Besar di Jawa Timur. Membaca bagian dari hobi yang tidak bisa ditinggal hingga memutuskan untuk menulis sampai sekarang.

Post a Comment for "Cerita Horor, Tikungan Tajam Penuh Tangisan!"