Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Menuju Peperangan, Cinta Terlarang 2 Episode 13

Novel Cinta Terlarang Ini Dosa Siapa? Season 2 Episode 13




Novel Romance- Bayangan kematian mengintai putra semata wayangnya mengerising kering kerontang menciptakan luka perih membakar hati.  Eva baru saja siuman dari pingsan. Sekuat tenaga mengumpulkan sisa-sisa kalori yang tercerai-berai dalam tubuh untuk tetap bertahan menghadapi kenyataan pahit mendera. 

Oh..., putraku yang malang, sejak dalam kandungan kamu sudah tidak mendapatkan kasih sayang seorang ayah.  Satu-satunya alasan mama bertahan sampai detik ini adalah kamu, Nak. 

Oh..., putraku belahan jiwa mama, jika kamu besok tidak bangun lagi untuk selamanya. Aku akan membakar dunia ini dan  mama juga akan menyusulmu. Tangis Eva dalam hati. 

Tertatih-tatih kedua kaki Eva melangkah untuk menuju Anya yang sedari tadi sudah menjaga Raditya dari tidur panjangnya. Dita  melihat itu, tergesa datang menghampiri menuntunya dan mendudukan di atas kursi.

"Mama istrirahat aja dulu, biar Anya yang jaga."

Kemudian Anya memegang erat tangan Eva yang duduk di sebelahnya. Dita pun mengiyakan perkataan Anya dengan anggukan kecil.   Ia  sendiri juga baru tersadar dari pingsan.

"Mama gak apa-apa," balas Eva parau.

Selang beberapa waktu nampak juga wanita yang tiga tahun lebih muda darinya melangkah mendekat menghampirinya. Wajah, hidung, alis hinga matanya serasa tidak asing bagi Eva.

Perlahan nostalgia masa lalu mulai tayang dalam mindanya meski sudah beberapa kali ditepiskan.

Benarkah wanita dihadapanku ini Alena? Keluh Eva dalam hati. Tubuhnya gemetar, api kemarahan membakar mata dan dada.

Api Dendam Perang Dunia Kelima


Saat segalanya memanas, tanpa merasa berdosa Dita mengenalkan mamanya pada Eva. Kedua istri Urya kini benar-benar saling berhadapan.

"Ma..., Ini mamanya Raditya," kata Dita mengenalkan mereka.

"Saya mamanya Dita, Alena," ucapnya sembari menjulurkan tangan dengan tersenyum ramah.

Seolah guntur menggelegar, menyambar menginjak-injak harga diri Eva yang terbakar,  hancur berkeping-keping. Porak-poranda. Api kebencian yang telah lama tersembunyi dalam sekam, saat itu menyala membara. Seketika suasana menjadi neraka.

"Alena?" Pekik Eva dengan kedua mata terbakar menyala. Sakit sekali tercokol-dongkol dalam dada. Kapan saja bisa meledak menghancurkan segalanya.

Wanita yang merebut suaminya, menghancurkan rumah tangganya, membuat anak kehilangan putranya, menjadikan istri kesepian selama dua puluh tahun kini ada didepan Eva. Bahkan rasa sakit tidak bisa untuk mendefinisikan luka, cemburu, marah dan dendam membara.

Sontak Alena kaget melihat tingkah aneh mengerikan wanita yang berdiri dihadapanya, "I-Iya, Saya Alena mamanya Dita. Apa kita sudah saling kenal?" lanjutnya bertanya heran.

Plakk!!!

Eva menjawabnya dengan subuah tamparan hingga darah segar mengalir dari mulut Alena. Kedua remaja yang ada disebelahnya mendadak mematung diam penuh tanya tanpa  tau apa yang sebenarnya terjadi.

"Kenapa Anda menampar Saya? Apa salah saya?" Alena menantang.

Darah mendesir, Alena-Eva seperti dua banteng yang mengamuk berhadap-hadapan. Harga diri dan kehormatan dipertaruhkan. 

"Kamu tau Urya 'kan? Aku istrinya, Eva." Tegasnya dengan tatapan amarah yang mengerikan. Kilatan api dimatanya mengancam membom-bardir menghancurkan segalanya. 


Tubuh  Alena  gemetar menggilil mengingat lelaki yang telah lama dirindukan. Antara bahagia dan sedih bercampur karena sebentar lagi akan mengetahui keberadaan pria yang telah lama hilang ditelan bumi.

Cinta Terlarang dan Segala Kenanganya 


Dia`lah Urya ayah kandung Dita Velovena. Mahkluk betina mana yang tidak bertekuk lutut kelonjotan tepar dihadapanya? Bahkan jelijih Alena tidak berhenti meleleh saat itu. Mencandu meramu merantai menggelangi rindu selama dua puluh tahun. Pejantan yang selalu memaksa kedua kelopak mata Alena mengatup kala keperkasaanya menghuncam membawanya terbang ke ujung neraka.

"Mbak, Va?" 

Alena semakin gemetar melihat wanita didepannya itu.  Eva  terlihat  menyeramkan dari seluruh setan yang ada di alam semesta.

Seharusnya aku yang marah, karenanya Kak Urya membuat aku melahirkan seorang putri dengan mencari ayah pengganti. 

Belasan tahun aku harus menenggelamkan diri sibuk pekerjaan untuk melupakan Kak Urya. Aku harus menanggung malu di depan keluarga dan Agra. Maki Alena dalam hati. 


Plakk!!

Eva menamparnya lagi hingga jatuh tersungkur di lantai loby rumah sakit. Dita yang melihatnya segera ingin melerai mereka sebelum akhirnya  dilarang oleh Alena. 

"Diam, Ta! Ini urusan Mama!" Perintahnya.

Alena dengan terhuyung berdiri lagi. Wajahnya memar kebiru-biruan. Terlihat jelas bekas tamparan diwajahnya.

Baginya luka fisik seiring waktu akan sembuh, luka hati bagaimana menyembuhkannya? Alena rela menderita, mengalah menjauh dari Urya untuk kebahagiaan Eva. Luka ini salah siapa? 


Luka membawa ingatannya kembali dua puluh tahun yang lalu di Tanah Lot, Bali Pulau Dewata....



Alena menghamburkan dirinya dalam pelukan Urya, bagian bawah menyatu.

"Pikirku adek udah mandi. Emang gak berangkat kerja? Nanti kesiangan lho," bisik Urya lekat sekali dimata Alena. Saling menatap, mengukur seberapa dalam kerinduan.
"Aku ambil cuti, Kak," balas Alena menahan bibir bergetar.

Urya tersenyum, hidungnya mendekat sekali. Alena perlahan membuka bibirnya bagai sekuntum bunga merekah menyambut mentari pagi. Kedua matanya menutup perlahan sebelum akhirnya sekuntum bunga merekah saling tertaut dalam desah lembut.

Bunga Seroja Bergoyang merasakan betapa sebuah aliran hangat seperti listrik merayap bersama desir darah mengalir dari ujung kaki hingga ujung rambut. Menggelora lalu memenuhi dada, berdebar.

Semendadak angin segala letih sirna, segalanya kembali bersemangat seolah mendapatkan energi berlimpah. Keduanya bagai embun pagi disapa panas matahari, menggelegak segalanya mendidih dan tidak terkendali.

Mau bagaimana lagi? Sepertinya kali ini Urya benar-benar tertindas bahkan punggungnya saja masih sedikit nyeri sudah tiada ampun. Alena sudah tidak sabar dipeluk-manja-mendesah-membuncah. Sebuah gelagak terhimpun kembali lebih kuat diantara keduanya.

Tarian kali ini agak berbeda. Getaran-pagutan terasa bagai campuran antara gelora dan kecemasan membanjiri rindu tidak pernah usai. Sekejap, Urya merasakan keintiman berlainan dari ketakutan, tidak melulu soal birahi. Jauh dilubuk hati keduanya muncul kekhwatiran akan kehilangan satu dengan yang lain.

Kedua tangan Urya memang meremas-mengeras setiap inci kesunyian pegunungan melandai-landai. Entah mengapa dalam palung jiwa Urya justru teringat Eva, memikirkanya. Apakah keadaanya baik-baik saja? Atau ....

"Tubuhku bersamamu, Dek Na. Sedangkan jiwaku hanya milik, Dek Va." Gumamnya Urya dalam hati, seketika tarian terhenti sejenak karena lamunan. Inikah yang dinamakan musim hujan gersang, kutukan macam apa itu?

Bunga Seroja Bergoyang terus dan terus menyerang membangkitkan hormon dalam tubuh Urya. Urya berjingkat, memeluk bidadari itu lebih kuat.

Lebih dasyat, ayuk lakukan apa yang seharusnya dilakukan, luapkan saja tanpa ditahan sama sekali. Biarkan semuanya berpacu dalam desah.

Cukup lama Urya menggempur habis-habisan pertahanan Seroja Bergoyang. Tertusuk hanya tidak berdarah. Bukanya menyerah malah justru pasang kuda-kuda, ada semacam perasaan aneh memenuhi diri Alena, semacam perasaan seolah bukan di dunia nyata. Semuanya kini kembali seperti dunia khayal, sejekejap merayap, sekejap pula lenyap.

Tarian keduanya membawa pada serangan demam dalam tubuh, mula-mula melaju maju ... kemudian cepat melesak.

Gempuran demi gempuran pada perang kerinduan itu berakhir pada ledakan dahsyat dalam dada, lemas. Tepar kelonjotan tidak berdaya.....



Itu adalah hari dimana akhirnya Alena mengandung Dita. Saat Urya pergi tidak mengetahui bahwa Alena hamil. 

Lelehan air matanya menyimbahi wajah yang telah berlumuran darah kepedihan. Luka fisik tidak seberapa, luka hati sangat  menyakitkan.


Pupus Harapan dan Segala Pertanyaan 


Sekuat tenaga Anya memegangi tubuh mamanya agar tidak membuat keributan di rumah sakit. Memeluknya kuat. 

 "Tenangkan diri Mama," pinta Anya menenangkan dengan mata berkaca-kaca.

Anya selama menjadi putrinya Eva, mamanya selalu lemah-lembut dan penuh perhatian. Bawaanya tenang lagi meneduhkan. Siapa sangka bisa marah semengerikan itu.


"Mbak Va boleh menamparku sepuas hati.  Terserah mau membunuhku 'pun, aku tak akan melawan. Tapi ijinkan aku sekali saja bertemu dengan Kak Urya," pinta Alena tergugu.


Alena hanya ingin mengatakan pada Urya bahwa Dita adalah putri kandungnya. Dita akan segera menikah, tentu Urya yang bisa menjadi walinya.

Sekali saja lihat aku dan darah dagingmu, Kak Urya..., sekali saja bisa 'kan? Tangis Alena dalam hati. 


"Kamu ingin menemui lelaki jahanam itu?" tanya Eva lagi mengguntur.

"Mbak Va jangan khawatir. Aku sudah menepati janjiku selama dua puluh tahun ini. Aku hanya ingin bertemu Kak Urya sekali saja. Aku mohon...," tangis Alena bersimpuh di kaki Eva.

Dita mengeryitkan kening heran melihat tingkah aneh mamanya. Segala pertanyaan terjebak dalam labirin minda gadis berwajah separuh laksana bulan purnama menyapa malam itu.

"Pergi kamu ke neraka! Di sana kamu akan bertemu Urya!" bentak Eva memecah malam.

Kedua kaki Eva masih memaku terekat pada lantai. Dendam abadi yang telah lama membara membuatnya sulit untuk memaafkan pada wanita yang pernah menggoda suaminya. Bahkan sekalipun Alena harus menangis darah, tetap tidak termaafkan. Tiada maaf untuk perebut suami orang.

"Aku mohon...,Mbak Va," pinta Alena lagi.

Wajahnya memandang memelas sayu seperti kerupuk tersiram air. Eva justru semakin jengah membuatnya ingin muntah meludahi wajah Alena. Ya wajah yang selama dua puluh tahun membakar hati Eva.

"Apa kamu tuli atau apa 'hah? Sudah aku katakan Urya ada di neraka!"

"Mbak jangan bercanda. Apa maksudnya?"  Alena bersimpuh di kaki Eva.

Urat malunya sudah putus hingga tanpa perduli harus merendahkan harga dirinya. Satu hal keinginan Alena yaitu mengatakan bahwa Dita adalah putri Surya.

"Tante..., Papa sudah tiada semenjak Kak Raditya dalam kandungan." Anya menjelaskan pada Alena, "Itu benar! Tante bisa bertanya pada Dita."

Seolah terhantam godam, hati Alena hancur porak poranda mendengar penjelasan Anya. Meski begitu ia tetap berusaha tidak percaya.

"Jadi..., Raditya itu anak Mbak Va dan Kak Urya?"

"Iya Tante," jelas Anya.

Hancur-lebur, terang-terangan Alena seperti terjatuh dalam kubangan lumpur, bahkan sekedar untuk bernafas sesak rasanya.

"Tidak...!!" Pekik tangis Alena.

Alena semakin hancur mengetahui bahwa Dita dan Raditya adalah adik-kakak seayah. Bagaimana mungkin 'mereka' telah bergaul rapat? Kutuk Alena dalam hati. 

"Tidak mungkin..., Itu tidak mungkin?" 

Beban batin yang di derita membuat Alena depresi seperti orang gila. Dita semakin takut melihat kondisi mamanya segera menarik memeluknya.

Dita kini benar-benar khawatir dan segera ingin tau apa yang sebenarnya terjadi. Siapa Urya? Kenapa mamanya sampai sepeti itu? Apakah mereka sudah saling mengenal sebelumnya? Ia kini semakin digerogoti rasa penasaran.

"Kak Urya....!" Suara  Alena lirih hingga ia tidak ingat apa-apa lagi.

Tergesa Dita membawa mamanya untuk segera mendapatkan perawatan. Sementara Anya membawa Eva untuk di tenangkan.

Dinding-dinding tembok di rumah sakit seolah mengejek melempar pertanyaan-pertanyan dalam hati Dita. Rasa penasaran membuncah memenuhi otak siap meledak kapan saja. Satu penderitaan belum selesai muncul permasalahan baru lagi.


Menuju Konpirasi Takdir Pertemuan 



Satu-satunya yang membuatnya bertahan untuk mampu menghadapi percobaan hidup pahit selama ini hanyalah Raditya yang kini tengah berbaring di atas ranjang rumah sakit. Eva tengah kesulitan memecahkan rasa sesak dalam sebuah tangis.

Air mata yang biasanya mudah untuk dilelehkan, saat ini justru terasa membeku. Menjadi butiran-butiran batu, lalu memenuhi seluruh mata, dada tidak terkendali. Mendadak teringat kenangan jahat Urya membetas jiwanya.

"Mama mau minum apa?" Sebuah tanya lembut dari Anya menenangakn. Ia membawa ke kantin rumah sakit untuk mencari minuman hangat.

Takdir kejam apa telah mempertemukannya dengan wanita yang paling dibenci dalam hidupnya. Tidak disangka Dita yang selama ini sering datang ke rumahnya adalah putri Alena.

"Teh hangat saja, Nya," balas Eva lirih. Segera Anya memesan teh hangat permintaan mamanya pada pelayan.

Saat ini Kanya tidak berani bertanya apapun tentang semua masalah yang telah terjadi. Sampai setelah minuman hangat datang, ia hanya terdiam. 


Membiarkan Eva sendirian di kantin untuk menenangkan diri,  Anya kembali menjaga Radiya yang masih terbaring entara hidup dan mati.


Sementara di sisi lain, Bayu mulai mencari tempat untuk memakirkan mobil setelah tiba di gedung rumah sakit. Setelahnya, mereka keluar dari dalam mobil beriringan menuju ruang informasi.

Selang beberapa waktu, Lea beserta keluarganya menuju ruangan kamar di mana Raditya dirawat. Anni sudah tidak sabar ingin segera mengetahui keadaan Raditya yang selama ini sudah dianggap sebagai kakaknya sendiri.

"Gimana keadaan Kak Raditya, Kak?" tanya Lea pada Anya.

Tanpa banyak dapat penjelasan, Anya hanya memandang mereka agar melihat sendiri kondisi Raditya dari balik kaca. Dokter tidak mengijinkan mereka masuk.

"Kamu sendirian, Nya?" Angela menimpali.

"Gak Tante. Sama Mama. Sekarang dia lagi di kantin," balas Anya lirih.

"Kamu baik-baik saja?"- Bayu menepuk pundak Anya setelah duduk di atas kursi bersebelahan- "Kamu yang sabar! Raditya adalah pria yang kuat pasti bisa melewati masa kritisnya."

"Makasih Om, suportnya," balas Kanya mencoba tersenyum.

Sementara disisi lain, Alena yang pingsan belum sadarkan diri. Dita hanya bisa menangis tergugu melihat keadaan mamanya. Rasanya ingin segera menuntaskan rasa penasaran, apa yang sebenarnya terjadi. Namun apa daya kini hanya bisa menunggu.... 

Next

Daftar Isi Novel Cinta Terlarang 


Indeks link:  


( Full Tamat ) 


(On Going) 

Selamat membaca dan jangan lupa bahagia. Bersama Bercerita Bisa dan Terimakasih.

Bebeb Admin
Bebeb Admin Admin Bebebs Belajar Bersama Bisa Comunity

3 comments for "Menuju Peperangan, Cinta Terlarang 2 Episode 13"