Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Gadis Indekos Tertangkap Basah di Kamar Mandi Jadi Begini, Cerita Sista Remaja

Cerita Akibat Pergsulan Sista Remaja 




Siapa tuh yang muntah-muntah? Sepertinya seseorang sedang mengeluarkan semua isi perutnya, Dina membatin. Dengan rasa penasaran, perempuan itu bergegas ke kamar mandi umum Indekos Rumah Cantik yang menjadi tanggung jawabnya saat ini.

Tok, tok, tok! Dina mengetok pintu kamar mandi dengan sangat keras. "Siapa di dalam? Baik-baik saja, kah?"

"Iya, gue gak apa-apa," jawab suara dari dalam kamar mandi.

"Ya, udah, kalau lu baik-baik aja," teriak Dina.

Rasa ingin tahu membuat Dina tidak segera pergi. Dia sengaja bersembunyi ingin melihat siapa yang muntah tadi. Sebagai petugas yang diamanahi mengawasi tempat ini, membuat Dina harus siaga. Jangan sampai kecolongan.

Meskipun Dina sering membaca berita tentang anak-anak indekos yang banyak melakukan hal tidak senonoh, tetapi penghuni pondokan yang dia pegang ini adalah anak-anak baik yang berprestasi. Buktinya Dewi. Kemarin saja IPK-nya cumlaude. 

Kalau Meri, sering terpilih dalam debat bahasa Inggris antar kampus. Lain lagi dengan Ade yang baru saja menggondol perunggu di kejuaraan taekwondo antar mahasiswi. Penghuni lainnya juga sama, rata-rata bukan anak sembarangan.

Menjadi Sebuah Prasangka 


Pintu kamar mandi sudah terbuka. Dengan sangat hati-hati Dina mengintip siapa yang keluar dari sana.

'Retno? Dia kan terkenal paling alim di sini. Aih, kenapa gue jadi berprasangka buruk begini, sih. Gue harus tanya langsung, ah ....'


Setelah Retno berlalu dan masuk ke kamarnya, Dina pun segera keluar dari persembunyiannya bermaksud menyusul gadis itu. Namun, sebelum sampai di kamar Retno, Dina berhenti, ragu.


"Kenapa Mbak Dina, kok bengong di situ? Ada perlu dengan kami?" Susi tiba-tiba muncul dan bertanya, heran melihat Dina yang berdiri mematung.


'Duh, bicara gak, ya, ama si Susi? Ngeri juga kalau ngomong ama ni anak. Secara mulutnya paling bocor dibanding yang lain.'

Akhirnya, karena tidak bisa menahan diri, Dina pun menarik Susi ke kamarnya. 

"Sini, Sus. Gue mau ngomong, penting. Ssst!" Sambil meletakkan satu telunjuk di ujung bibirnya.

Susi mendekat dengan wajah serius. 

"Apaan sih, Mbak?"
"Lu jangan bilang siapa-siapa, ya. Tadi gue gak sengaja melihat si Retno muntah-muntah," jelas Dina.

"Lah, begitu doang rahasia. Kirain ada apa," kilah Susi sambil berjalan menuju pintu. "Udah, ah, Mbak. Gue ada kuliah, nih, pukul sepuluh pagi!"


"Eh, tunggu dulu. Apa lu gak curiga?" Dina mencoba memancing reaksi Susi. "Gue takut si Retno ... tapi, ah, gak mungkin! Dia kan anak alim," ujar Dina sambil mengernyitkan dahi seperti berpikir.


Menjadi Sebuah Gosip 


Tiba-tiba Susi berhenti. "Maksud Mbak Dina, Retno hamil, begitu? Wah, jangan menyebar gosip murahan, Mbak. Ntar fitnah, lho, jadinya!"


"Iya, gue tau. Makanya tadi gue mau nanya langsung ke orangnya. Eh, malah ketemu lu. Biar gak suuzan, ntar tolong lu tanyain, ya, ke si Retno, kenapa dia muntah-muntah," pinta Dina ke Susi.

"Ya, kalau sempat," balas Susi cuek, kembali ke kamarnya.


Di kamar, bukannya bersiap-siap ke kampus, Susi malah tiduran sambil menatap langit-langit. 'Masa, sih, Retno hamil? Ealah, kenapa gue malah ikut suuzan sih!'


***

Sementara itu, Retno kembali rebahan di kamarnya. Dia terlihat sangat lemas.


"Huuh! Ngapain pula video begituan di grup belajar?"

Keluh Retno si penggemar kopi  dengan ekspresi tampak sangat kesal. Ia sepertinya sangat menyesal dengan apa yang sudah dilakukannya selama ini. 

"Aku sudah tidak bisa lagi.... oh tidak!"

Sepertinya, untuk beberapa waktu ke depan, mungkin Retno akan menjauhinya.

Diterpa Kabar Burung Tak Sedap 


Entah bagaimana kabar burung itu bisa hinggap, sehingga diketahui oleh seluruh penghuni indekos Rumah Cantik yang berjumlah hanya lima orang itu. Bisik-bisik tetangga memang semakin sip jika sering digosok. Namanya juga gosip, digosok makin sip. Hanya Retno yang tidak mengerti apa yang sedang terjadi.


Satu hari berlalu. Semua penghuni pondokan tiba-tiba saja menjadi rajin, tidak lagi tidur sehabis salat subuh. Biasanya hanya Retno yang terjaga di jam-jam terlarang untuk tidur itu. Lazimnya, dia membaca, jalan pagi ataupun pergi sarapan. 

Pagi ini sedikit berbeda. Seluruh penghuni indekos seperti sedang bersiaga di depan kamar Retno, seolah-olah ada yang ditunggu.

Perlahan mereka merapatkan kuping ke pintu kamar itu.


"Eh, lu bisa dengar, gak?" Setengah berbisik Susi bertanya sambil menatap Dewi, Reni, dan Ade.

"Enggak, gue gak dengar apa-apa," jawab mereka berbarengan.

Setelah beberapa waktu dan tidak mendapatkan apa pun, mereka pun akhirnya bubar.

Menjadi Bermacam Praduga 

Hari kedua. Kembali para gadis itu melaksanakan misinya. Dina sebagai orang pertama yang menyebarkan informasi tersebut menjadi merasa bersalah terhadap Retno.

 "Duh, gara-gara gue anak itu dicurigai," bisik hati Dina.


Karena terlalu asyik menguping, tidak satu pun dari mereka yang menyadari kedatangan Retno.

"Assalamualaikum, lagi pada ngapain, nih, ramai-ramai di depan kamar gue?" 

Retno menyapa ramah dengan wajah selalu terlihat ceria.

Semua tergagap tidak menyangka akan kepergok Retno.


"Eh, ini Ret ... hari Rabu ini, kita semua, kan, gak ada yang kuliah pagi. Nah, kami mau mengajak lu ke warung kopi di ujung jalan itu, tuh, yang baru buka. Kita sarapan pagi sambil ngopi bareng. Katanya, kopi luak di sana enak banget lho ...."


Entah dari mana Dewi mendapat ide tersebut. Untung saja benar, hari itu tak satu pun dari mereka yang kuliah pagi. 


Ketika mendengar kata kopi luak, tiba-tiba saja Retno membuka pintu kamarnya dengan tergesa-gesa dan muntah.


Sementara itu di luar, teman-temannya terlihat saling lirik. Bermacam praduga sepertinya kembali bermunculan di benak mereka. Tanpa dikomandoi, mereka semua kembali ke kamarnya masing-masing.


***

Di kampus, penghuni indekos Rumah Cantik, kecuali Retno, membuat janji berkumpul di taman fakultas kehutanan sepulang kuliah guna membicarakan perihal dirinya.

"Gak bisa dibiarkan. Kalau benar Retno hamil, dia harus keluar dari indekos kita. Merusak nama baik saja," gerutu Reni mengeluarkan isi hatinya.

"Iya, gue juga setuju. Tempat kita itu pondokan elit. Gak sembarangan orang boleh tinggal di situ," tutur Ade melanjutkan.

"Iya benar! Gue juga gak terima kalau ada di antara kita yang berbuat bodoh seperti itu. Bisa-bisa kita semua terkena imbasnya, dicap sama. Iii ngeri," ujar Susi sambil mencibir.


"Okelah kalau begitu," kata Meri buka suara. "Sebagai sahabat, jangan sampai kita pula yang menjadi penyebar fitnah. Apalagi kita belum tahu kebenarannya. Alangkah baiknya kita bertanya langsung kepada yang bersangkutan. Jangan sampai kita semua jatuh kepada perkara yang diharamkan agama," jelas Meri bijak.


"Nanti malam kita selesaikan semua prasangka ini dengan baik. Sekarang, silahkan kembali ke rumah masing-masing. Eh, kita semua, kan, satu tempat tinggal." Meri bicara sembari tertawa geli.


***

Tepat jam delapan malam, semua penghuni pondokan termasuk Retno, sudah duduk manis di sofa empuk di ruang keluarga, yang juga berfungsi sebagai ruang belajar, tempat makan, dan juga tempat menonton televisi. Ruangan itu lumayan luas dan tertata rapi.

Seperti biasa, Meri sebagai penghuni senior mengambil inisiatif.


"Bismillah. Teman-teman penghuni indekos Rumah Cantik, mohon perhatiannya sebentar," ucap Meri membuka forum.


"Mumpung kita semua sedang berkumpul, ada hal penting yang ingin dibicarakan. Mohon maaf, Mbak Dina juga kami ajak bergabung di sini."


"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh. Langsung saja. Akhir-akhir ini ada suatu masalah yang mengganggu keharmonisan kita sebagai penghuni rumah ini."


Retno yang sebenarnya menjadi perbincangan tiba-tiba menyela. "Masalah apa, tuh? Kok, gue gak tau?"


Seketika penghuni Rumah Cantik saling berpandangan dan tersenyum kecut.


"Begini. Beberapa hari ini kami semua merasa telah berbuat dosa karena berprasangka buruk," tutur Meri terlihat serius.


"Kami tahu apa yang dipikirkan ini tidak boleh. Akan tetapi, sebagai manusia biasa yang pasti banyak salah, juga karena banyaknya kasus yang terjadi dan tidak sedikit menimpa kawan-kawan kita yang berotak encer bahkan juga religius, membuat kami semua menjadi syak wasangka terhadap Retno. Sekali lagi, kami mohon maaf," ucap Meri mewakili teman-temannya.


Retno yang namanya disebut tentu saja menjadi terkejut. "Aduh, ada apa nih, kenapa gue jadi bahan pembicaraan?" Dengan mimik heran Retno bertanya sambil menatap Meri, Reni, Susi, Ade, dan Mbak Dina, seakan-akan meminta penjelasan.


"Ayo Mbak Dina, silakan jawab!" tunjuk Susi tiba-tiba.


Dina yang dituding, seketika menjadi gelagapan.


"Lho, kok, gue? Lu dong, Sus, yang ngomong. Gue kan bicara ama lu doang. Lah ini, kenapa semua orang jadi tahu. Berarti itu dari elu, kan?" tukas Dina terlihat sangat kesal sambil menatap Susi.


Susi yang dipojokkan langsung terdiam dan melengos.


"Sudah, sudah! Ada apa ini sebenarnya? Ini maksudnya apa? Prasangka, dosa ... bicara apa sih, kalian?" tanya Retno mengungkapkan kebingungannya.


"Maaf, Ret, sebenarnya ada sesuatu yang ingin kami tanyakan, tapi kami segan, khawatir menyinggung perasaan lu ...."


"Begini, Ret--sorry, Mer, gue potong--semua ini sebenarnya berawal dari gue. Mohon maaf banget, karena gue akhirnya jadi seperti ini."


"Hari itu, gue melihat lu muntah-muntah. Gue pikir lu sakit. Ternyata enggak. Jadi gue ngomong ke Susi. Maaf, kalau gue menduga yang enggak-enggak. Eh, ternyata, Susi malah menyebarkannya ama yang lain," kata Dina menjelaskan.


"Gue lanjutin, ya, Ret ...," kata Susi. "Selasa paginya, karena penasaran kami pun berusaha mencuri dengar di depan pintu lu. Kami ingin tahu, apa benar yang dikatakan Mbak Dina itu. Ternyata hari itu tidak terjadi apa-apa, sehingga kami mengganggap apa yang dikatakan Mbak Dina hanyalah isapan jempol belaka." Susi menjelaskan sambil melirik Mbak Dina tajam.

"Namun, namanya manusia Ret, kami tidak puas kalau belum mendapatkan bukti. Akhirnya, Rabu pagi, kami kembali menguping di depan pintu kamar lu, yang waktu itu kami semua kepergok," papar Susi melanjutkan.


"Gak menyangka, pagi itu dengan mata kepala sendiri kami melihat lu yang datang dalam keadaan sehat, tiba-tiba saja mual muntah. Akhirnya prasangka itu kembali hadir. Jujur, kami semua mengira lu hamil, Ret." Kelihatan sekali Susi merasa tidak enak hati ketika mengatakan hal tersebut.


"Apa???" 

Retno berdiri dengan muka merah padam seperti menahan marah.

 "Astaghfirullah, jadi kalian ini menganggap gue berbuat zina, begitu? Tega kalian menuduh gue melakukan perbuatan yang sangat hina itu. Apa kalian gak tahu kalau prasangka itu adalah seburuk-buruknya dusta?"

 Jelas sekali terlihat raut sedih di wajah Retno ketika mengucapkan hal tersebut. Gadis itu tampak sesak menahan emosi saat bicara.

"Kita ini bersahabat, satu rumah pula. Sungguh gue kecewa!"


"Itulah, Ret. Kami mohon maaf yang sedalam-dalamnya. Karena takut bertanya, jadinya malah seperti ini," ujar Meri dengan wajah yang juga terlihat muram.



"Ya Allah, tapi dengan kalian diam dan menyimpan tuduhan terhadap gue, itu justru lebih menyakitkan, tau! Gue merasa terhina kalian tuduh seperti itu." 

Sambil terisak Retno berbicara. Terlihat sekali gadis itu sangat terpukul akan penilaian teman-temannya.


Semua penghuni Rumah Cantik tampak terdiam, sepertinya merasa menyesal. Meri segera pindah duduk di samping Retno dan memeluknya erat. 

"Maafin gue, ya, Ret," bisik Meri dengan perasaan bersalah.

Melihat Meri melekap Retno, serta-merta Dewi, Reni, Susi dan Ade pun berhamburan memeluk sahabat mereka itu. Tak ketinggalan juga Dina.

 "Maafin kami juga, ya, Ret ...."

"Eh, tapi tunggu dulu. Masalah belum selesai. Masih ada, nih, yang mengganjal. Lu kudu jelasin, Ret, kenapa lu muntah-muntah."

 Meri tiba-tiba saja bicara memutus kehangatan yang baru saja kembali tercipta.

"Oke. Dengar, ya!" perintah Retno serius. "Teman-teman kan tahu, kalau gue ini suka sekali minum kopi, terutama kopi luak." 

Tampak ekspresi wajah Retno seperti mual ketika mengucapkan kata kopi luak.

"Iya. Kalau itu, sih, kita semua juga tahu. Kan, kita sering ngopi bareng di sini kalau lagi banyak tugas. Lalu, apa masalahnya?" tukas Dewi.


"Begini! Meskipun gue paham asal muasal kopi luak itu dan sudah disertifikasi halal oleh MUI ...,"

"Iya, sudah diekspor juga, lho, hingga ke Korea," ucap Reni menyela penjelasan Retno.

"tapi ...," Retno kembali melanjutkan bicara, "suer, gue belum pernah melihat video terbaru bagaimana cara mendapatkan biji kopi luak itu sekarang ini. Dulu, yang pernah gue lihat, biji kopinya dipungut dari biji-biji kopi yang berserakan di tanah, yang memang berasal dari kotoran luak. Jadi, yang gue amati di film saat itu adalah biji kopi yang sudah mengering seperti terbungkus oleh tanah. Itulah yang diambil dan dibersihkan."


"Kalau yang sekarang ...," sambil membuka gawainya, Retno kembali berbicara, "untuk memenuhi komoditas kopi luak ini, binatang itu sengaja dipelihara dan diberikan atau lebih tepatnya dipaksa untuk memakan biji kopi. Di sini jelas semua sudah tidak alami lagi. Gue melihat sendiri videonya dan langsung mual muntah. Bersyukur sekarang sudah mulai berkurang."


"Seperti apa, sih, videonya?" tanya Reni penasaran.


"Nih, lihat sendiri!" jawab Retno sambil menyerahkan smartphone-nya.


Seluruh penghuni pondokan itu dengan sangat bersemangat melihat video tersebut. Sebelum selesai, para gadis itu sudah berlarian ke kamarnya masing-masing tanpa sempat menutup pintu. Mereka pun muntah secara bersamaan.


Ternyata, mereka semua juga sama. Mual muntah ketika melihat bagaimana luak tersebut mengeluarkan hajatnya dengan hiasan tambahan berupa biji-biji kopi pilihan di benda padat lunak, mirip ... yang kemudian diambil dan diolah menjadi kopi luak spesial.


Jika keadaannya seperti ini, maka dalam beberapa hari ke depan, pondokan ini akan kehilangan aroma khas kopi tersebut dalam batas waktu yang belum bisa ditentukan.

The End 


Daftar Isi Cerpen


Indek LINK Cerpen Remaja 

Judul, Karena Kopi Luak

Penulis: Enya Hernawati Zainal
Pantai Cermin, Kota Pariaman, 20 Maret 2019

Catatan :

Tidak semua orang jijik terhadap proses ini, dan tetap bisa menikmati kelezatan kopi luak tersebut. Semua kembali kepada pribadi masing-masing.
Bebeb Admin
Bebeb Admin Admin Bebebs Belajar Bersama Bisa Comunity

2 comments for "Gadis Indekos Tertangkap Basah di Kamar Mandi Jadi Begini, Cerita Sista Remaja "