Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Banana Tree in Palace, Misteri Pesugihan Tumbal Istri

Misteri Pesugihan Tumbal Istri, Cerpen Horor 



Bebebs.com -  Tanganku sudah penuh tanah basah, kalau nggak kotor mungkin sudah merah parah akibat gagang cangkul yang licin ini. Tubuh isteriku sudah tidak terlihat lagi. Aku sangat mencintainya, tapi aku bisa apa?



Aku bernama Waras, dahulu Ibu melahirkanku pas tengah malam. Saat di mana tol ghaib dibuka. Lalu apa yang terjadi? Aku menjadi punya kemampuan menjelma menjadi penduduk astral saat tengah malam tiba.

 

Jalur hijau yang kutempuh bukan tentang laju tanpa suara. Saat ini aku menaiki awan berwarna merah jambu, ini berarti kutelah jatuh cinta. Rasanya sulit, ketika mencintai seseorang yang bukan dari ras manusia.


Dia bernama Pudar, anak seorang pembelot dari abdi kerajaan ghaib Biru Bagaskara. Akan kuceritakan padamu tentang kisah asmaraku yang bisa berpaling dari isteriku tercinta ini.

Rayuan Maut sang Istri  


“Mas Waras, mbok kalau luang aku diajak ke salon gitu? Kalau aku cantik kan Mas Waras bakal tetap setia sama aku tho?” rajuknya sembari memasang raut kecut persis kayak Donald Bebek.

Isteriku bernama Ratih, dia adalah cinta pertamaku, benar-benar penuh perjuangan untuk mendapatkannya. Aku harus mencari pengasihan di kerajaan ghaib. Itu tidak mudah, di sana ada wanita yang sangat tergila-gila padaku, lalu aku yah … menikmati nikmat yang disembunyikan dalam mahkotanya. Aku Waras.

“Iya nanti kalau ada sisa uang dari pembayaran sekolah Anjani dan Por bisa kita ke salon kok, Dik!” jawabku penuh penekanan. Panas hampir menguap ubun-ubunku.

Bekerja sebagai tukang tambal ban itu penghasilannya nggak ketebak. Aku tetap bertahan pada pekerjaan ini.

“Itu lagi dan lagi, Mas … Mas. Aku bosen hidup miskin kayak gini lho!” cecarnya padaku.

Berulang kali aku minta maaf atas hidup yang dalam pandangannya serba kurang, berkali pula Ratih mendongakkan wajahnya bersikap acuh padaku. Sial.

Sampai malam itu tiba, ada suara burung gagak mendekat, burung hitam itu bertengger di sisi jendela kamarku. Aku dapat undangan.

Suasana di Biru Bagaskara nampak sedikit kusam, pasti ada seseorang makhluk yang menahan rindu. Burung gagak tadi menuntunku menemui Pudar.

“Hai, Waras. Bagaimana kabarmu?” Perempuan berwajah oval nun cantik itu masih tetap muda. Mengesankan, sayang dia bukan manusia sepertiku.

“Baik, ada apa kau memanggilku kesini?” tanyaku menjelajahi raut wajahnya.

“Hemmm … kupikir kamu bakalan bercerai dengan istrimu itu. Pengasihan itu hanya bertahan sampai kalian memiliki dua orang anak. Apa kamu juga tidak tahu kalau istrimu main serong dengan sahabatmu Ridwan?”

Ada jutaan meteor mendarat di dadaku, sesak. Aku kehilangan semangat hidup saat ini juga.

“Kamu seharusnya tahu kalau hidup di bumi itu bagi para wanita bumi berarti harus total dalam pemenuhan kebutuhan lahir dan batin.” Pudar menambahkan seperti seorang penceramah yang membosankan.

“Aku percaya kalau istriku itu setia, mana mungkin juga sahabatku Ridwan mau menusukku dari belakang. Hahhh?” Aku masih tak percaya dengan Pudar.


“Kau lupa siapa aku, Waras?” Dia membentakku.

“Kamu seorang makhluk yang kesepian dan cemburu pada keadaanku, kan?” aku bernegosiasi nakal.

“Kalau kamu tidak percaya, lihatlah sendiri kelakuan istrimu saat kamu tinggal bekerja.”

Istri  Tertangkap Basah Selingkuh 


Seperti biasa, pagi ini setelah mengantar anak-anak sekolah, aku berangkat ke bengkel. Ada ganjalan di hatiku, akhirnya kuputar arah kembali ke rumah.

Motor bebek hitam sengaja kuletakkan di luar pagar rumah. Demi mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Aku masih belum percaya perkataan Pudar tempo hari.


Sayup-sayup terdengar desahan yang kukenal. Pelan kudorong pintu, mereka hampir hanyut dalam gemintang.

Ridwan lari tunggang langgang, sementara istriku menangis. Aku muak. Hatiku yang lembut tidak tega melihatnya begini.

Kunikmati kelopak beserta sarinya saat itu juga. Sekedar membuang sisa-sisa sahabatku. Aku tidak perduli tangisannya lagi. Aku puas.

Kelelahan akhirnya aku mengambil air di dapur.

“Ini, minumlah, Sayang!” tawarku padanya.

“Maaf, Mas. Aku tadi khilaf.” Perempuan bersurai hitam di depanku masih sesenggukan.

“Hemmm,” jawabku malas.

“Sebenarnya aku suka dengan sahabatmu, Mas. Perasaan itu tiba-tiba datang begitu saja, sejak anak kedua kita lahir.”

Pudar benar. Sepertinya pengasihan itu sudah luntur.

“Kamu mengada-ngada. Apa kamu nggak kasihan ma aku yang banting tulang untuk keluarga kita?” emosiku mulai tersulut.

“Mas Ridwan itu baik, Mas. Dia bahkan memberiku uang untuk ke salon.”

Aku menekuri jari-jari kakiku sendiri yang menapak pada ubin basah karena keringat di dahiku yang meleleh.

“Kamu waras, Dik?” tanyaku kemudian.

“Bukan, Waras itu kamu, Mas! Pokoknya aku mau anak-anak punya masa depan yang cerah, tidak seperti bapaknya yang cuma tukang tambal ban. Toh, mas Ridwan juga mau kok sama aku dan anak-anak nanti. Jadi …” Kalimatnya terputus.

Kini istriku tercinta telah terkubur sempurna. Entah apa yang akan kujelaskan nanti pada anak-anak, orang-orang, dan mertuaku. Persetan akan semua itu!

Kemarin Pudar berjanji akan membuatku kaya, kalau aku menyumbang satu nyawa baginya. Dia bilang ini untuk ritual awet muda di kerajaan ghaib Biru Bagaskara.

Jasad istriku telah ada di dalam tanah, lalu kubacakan mantra agar rohnya melewati jalur ke tempat Pudar berada.

Istriku memandangku, tatapannya sendu. Aku tersenyum.

“Maaf, ini untuk masa depan yang cerah bagi anak-anak kita, Dik.” Ucapanku mungkin tak ia pahami lagi.

Bajunya berganti menjadi hijau, lalu jalur hijau itu hilang membawa roh isteriku.

Sebuah Pertanda Alam 


Burung gagak kedua bertengger di jendela kamarku lagi. Ini hari ke empat puluh sejak peristiwa itu.

Aku mengikutinya, sekelebat bayangan memandangku dari jauh. Aku tahu dia istriku yang telah menjadi budak Pudar. .

Pudar semakin cantik. Air liurku seperti meleleh saat melihatnya.

“Hai, Waras. Tak kusangka kamu bakal memenuhi undanganku yang kedua setelah kematian istrimu.”

“Iya, mana harta yang kamu janjikan itu?”

“Mari menuju gemintang sebelum aku memberimu harta.”

Perempuan bermahkota hijau itu menggerakkan jari telunjuknya ke arahnya sendiri.

Hampir sepenuh malam kita menguras tenaga. Lelah, akhirnya aku menyerah.

“Sudah, aku tidak sanggup lagi. Pagi ini anak-anakku harus sekolah. Aku perlu harta itu sekarang. Apa boleh?”

Aku mengusap pelipisnya, Pudar semakin cantik saja kalau telah benar-benar mencapai gemintang.

Dia kemudian berdiri dengan secepat kedipan mataku.

“Ayo, kuantar kau untuk memotong pisang yang telah masak di belakang.”

Aku menurut, mengikutinya menuju bagian belakang rumah berdekorasi cemani hitam di sana-sini. Lorong itu habis di bagian belakang. Kudapati satu pohon pisang bertulisakan namaku “Waras” di jantung pohon pisang.

“Tebanglah pisang yang masak itu, Waras. Dia akan menjadi sekoper uang saat kau kembali ke bumi.” Suaranya mengelegar disertai tawa yang licik.

Lagi dan lagi aku menurut. Memotong satu tundun pisang dengan menggunakan sabit berwarna hijau yang diserahkan Pudar dari saku bajunya yang bermotif segitiga piramida.

Saat satu tundun pisang itu jatuh, terdengar tangisan keras serta suara tulang yang patah. Kupikir itu benar-benar mengerikan.

“Haha-hahaha ….” Pudar tertawa lagi.

“Sesungguhnya, Waras. Pohon pisang ini adalah isterimu sendiri!”

Aku tergugu tanpa kata. Dalam perjalanan pulang kemelut pikiranku bertahta tak mau pergi.

Yah, kupikir aku tidak sendiri. Banyak pohon pisang di kerajaan Biru Bagaskara. Kamu mau jadi pohon pisang berikutnya?


The End

Daftar Isi Cerpen Horor dan Misteri


Indeks Link Peserta Event Menulis Cerpen Horor dan Misteri


Judul : Banana Tree in Palace
Qoni Makhfudhoh

Ngawi, 12 Maret 2020

Selamat membaca dan jangan lupa bahagia. 






Bebeb Admin
Bebeb Admin Admin Bebebs Belajar Bersama Bisa Comunity

1 comment for "Banana Tree in Palace, Misteri Pesugihan Tumbal Istri "