Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Akibat Kebanyakan Main Gadget, Gadis Ini Jadi Begini

Kumpulan Cerpen Remaja Motivasi  


Apa yang lebih berharga dari sebuah pengalaman? Barangkali guru terbaik itu menjadi benar-benar asyik kalau dirasakan oleh diri sendiri. Maka tiak heran jika orang sebeken Sujiwo Tejo saja pernah berkata kalau Tuhan Itu Maha Asyik.  

Kemudian hal inilah yang terjadi pada Arumka. Seorang gadis desa yang polos, untuk tidak pantas dikatakan bodoh.

Matahari mulai menggeliat ke arah barat. Sore itu Arumka tengah sibuk daring di ruang tengah. Gadis berumur delapan belas tahun tersebut sedang asyik dan sekaligus tersesat pada indahnya dunia maya. 

Hingga ibunya kerap kali merasa jengkel akan aktivitas Arumka yang itu-itu saja. Selanjutnya sang ibu berdehem beberapa kali. Wanita paruh baya itu hendak memberi kode pada anak gadisnya untuk segera siap-siap sholat  karena waktu sudah hampir masuk Ashar. 

Terlena Asiknya Dunia Maya 


Sudah didehemi tetap kalem saja, gadis berkepang dua itu masih asik berselancar di dunia maya. Dunia maya itu adalah dunia yang bikin Luna jadi terkenal menjadi Maya.  Ettah si Arumka tetap stay dan tak menggubris. 

"Eh, ayo Ndang budal neng masjid, Cah Ayu!" ajak ibu Ningsih, ibunya Arumka. 

Wanita paruh baya itu merebut paksa gawai pipih bewarna hitam milik Arumka. Ponsel yang selalu menjadikan atensi Arumka lupa segalanya. 

Hal inu karena apa yang ditawarkan gadget terlalu menarik bagi gadis bermata kecokelatan itu.

 "Eh, Ibu kok gitu sih, bentaran lagi, ya?" pinta Arumka memelas. Wajahnya sudah mirip orang yang antre sembako saja kalau begini. Kasihan.

 "Kagak, kalau kamu ga nurut Ibu, nanti HP ini bakal Ibu jual saja. Lumayan bisa buat beli petai bakal lalap kamu saban hari, kan?" tawar Bu Ningsih cengengesan, namun kata-katanya begitu terdengar pedas di telinga. 

Perempuan yang suka memakai kebaya dan jarit itu paling doyan berinterupsi dengan sang anak. 

"Ibu ... jangan!" teriak Arumka kemudian mengambil langkah seribu untuk segera mengambil wudhu. Mensucikan diri dari hadast kecil. 

Suaana masjid Agung sore ini terlihat lenggang. Biasanya pada saat Dhuhur atau Ashar selalu begitu. Baranfgkali para jamaah–mungkin masih sibuk berkarya di sawah masing-masing. Atau malah bekerja sebagai buruh di sawah orang kaya. 

Iqomah mulai terdengar berkumandang. Arumka tergopoh-gopoh berlari kecil menuju masjid. Setiba di rumah Allah, sejurus kemudian Arumka masih disibukkan untuk memakaai bawahan mukenanya, juga menata sakjadah di lantai masjid. 

Akhirnya Arumka telah ketinggalan satu rakaat salat Ashar. "Duh, ketinggalan!" Arumka berdecak pelan. Hingga mau tidak mau Arumka harus masbuq.

Angan Melayang Ghoflah 


Selama salat pikiran Arumka melayang-layang pada dunia maya yang tadi belum sempat puas menjelajahinya. Terbayang lagi soal penipuan online sang guru maestro yang ngaku hapal kitab suci itu. 

Sejurus kemudian pikiran melayang pada soal politik pilihannya yang tidak sepaham sama sahabatnya yang bernama Rini. Arumka mulai berusaha keras agar bisa khusyuk, namun semakin berusaha nampaknya setan malah semakin mengambil alih pemikirannya ketika salat. Sungguh peperangan yang menegangkan. 

"Assalamualaikum ...." Sang imam mengakhiri sesi sholat Ashar. 

Hal ini karena mengucapkan salam adalah merupakan rukun salat yang terakhir. Arumka nampak setengah limbung karena pikiran yang terkuras sepanjang salat tadi. 

'Oh ya, aku kurang satu rakaat.' Arumka membatin dalam salam bersama imam itu. Gadis yang tengah mengenakan mukena bordir bewarna hitam pada tepi jahitannya itu kini menyambung kekurangan satu rakaatnya.

Selanjutnya melakukan salam. Setelah salat berjamah selesai, sang imam masih memimpin dzikir. Tentu saja dzikirnya belum selesai saat Arumka telah selesai dari salat Asharnya.

Arumka lalu ikut berdzikir dan berdoa bersama. Ini adalah khas atau telah menjadi kebiasaan di masjid Agung yang berada di desa sana. 

Loh aku tadi salatnya kelebihan apa nggak, ya? Arumka membatin di tengah mengaminkan doa sang imam. 

Akhirnya Arumka mengambil kesimpulan untuk mengisi bolong salatnya tadi dengan melakukan sholat sunnah Rawatib.

Para jamaah lain sudah selesai berdzikir dan berdoa bersama. Satu per satu jamaah mulai hengkang dari tempatnya semula.

 "Loh, Arumka itu salat apa?" tutur jamaah yang lewat di samping Arumka. 

Arumka sendiri nampak khusyuk sekali. Jauh lebih khusyuk dari salat Ashar tadi. 

"Loh iya, Arumka itu salat apa, ya?" tanya jamaah lain sambil mencermati kalender yang terpajang di dinding masjid. 

"Iya, ya, salat apa itu Arumka, ya?" jamaah lain ikut berkomentar. 

Kini Arumka telah menuntaskan sholat dua rakaat yang baginya seakan bisa menutup bolongnya tadi pas salat Ashar. 

Arumka lalu berdiri dan melangkah pergi. Sayang, jamaah yang masih mengamati angka-angka di kalender berucap, "Arumka, kamu tadi salat apaan?" 

"Sunnah bakda Ashar," jawab Arumka hampir tercekat. Nampak sekali ekspresi gadis itu sangat kikuk. Seperti menyadari akan adanya hal bodoh yang baru saja telah dilakukannya.

 "Apa ada salat bakda Ashar, Arumka?" lanjut si penanya dengan suara naik satu oktaf. 

"Salat ghoiru muakkad kan ada, selain salat yang muakkad?" 

Arumka balik bernegosiasi dengan nyali yang mulai bertambah menciut. 

"Kagak ada Arumka!" jelas jamaah tadi naik satu oktaf lagi. Arumka pergi melenggang perlahan.

 "Salat habis Ashar itu kagak ada, Arumka."

 Jamaah lain bernama pak Khudori berkomentar tepat saat Arumka menuruni satu tangga masjid. Pak Khudori sengaja duduk di tangga nomor empat untuk sekedar bersantai sambil bergosip dengan jamaah lain. 

Kebiasaan ini adalah rutinitas untuk saling memberi kabar atau berita di lingkungan desa. 

"Iyalah, aku kan kagak pernah mondok?" tawar Arumka dengan nada suara yang melemah.

Berakibat Menanggung  Malu 


Dia terperosok, seakan baru sadar kebodohannya. Baiknya dari sikap Arumka adalah tidak menunjukkan ekspresi tak beradab pada orang lain. 

Gadis itu selalu teringat untuk terus-menerus memiliki akhlak yang baik sebagai manusia.

 "Loh, emang dulu di Surabaya ngapain?" lanjut Pak Khudori. 

"Itu bukan mondok, Pak." Arumka tercenung sesaat dan mulai mengambil langkah seribu secepatnya. 

Sejurus kemudian ini adalah cara cerdasnya untuk menghindari hal-hal yang tidak inginkan lainnya, menjadi bulan-bulanan pertanyaan yang pasti akan menyudutkannya. Sembari berjalan mata Arumka berkaca-kaca. 

Dia kembali teringat memori semasa kecil saat berumur tujuh tahun. Kala itu gadis berkulit kecokelatan tersebut tengah menginap di tempat simbah idok atau sang nenek.

Singkatnya kejadian yang sama ... saat Arumka telah selesai melakukan salat sunnah bakda Shubuh. Sampai di rumah Arumka mencari buku penuntun sholat kecil seharga tujuh ribu rupiah di rak buku miliknya.

Bagi gadis bertubuh tegap tersebut hidup selalu penuh intrik dan harus belajar lagi pun lagi. Hal ini guna mengingat kembali yang barangkali lupa serta menambah ilmu. 

Waktu berlanjut. Lembaran-lembaran buku dibuka. Kemudian tepat di halaman lima puluh empat tentang sholat sunnah Rawatib, Arumka menjerit dalam hati. Batinnya berteriak dan jantungnya serasa hendak melompat.

 'Ah, ternyata aku ini memang bodoh!' isak Arumka mendegredasi batinnya yang kacau. Kiranya brani mengakui kesalahan dan terus memperbaiki diri adalah cara brani untuk memperbaiki diri. 


The End 

Daftar Isi Cerpen 


Indeks link Cerpen 

Arumka Si Gadis Bodoh

Author:  Qoni 

Selamat membaca dan jangan lupa bahagia.

Post a Comment for "Akibat Kebanyakan Main Gadget, Gadis Ini Jadi Begini "