Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Jalan Asmara Vinca, Merumuskan Diri Sendiri

 Novel Remaja Romantis yang Bikin Baper 





Novel Remaja Bebebs.com -  Apakah pertemuan adalah sebuah kesalahan? Adalah ketika jarak menjadi sebuah ujian untuk bisa melihat seberapa jauh cinta berpergian dan hati menerima segala kemungkinan. 

Adakah keadilan di dunia ini untuk cinta atau semua hanya sebuah permainan angka-angka misterius. Apa itu ketulusan tanpa pamprih, bisakah Vinca menemukan cinta sejatinya? 

Demikian jodoh terbaik begitu misterinya. Di kejar menjauh, tanpa disangka ke pelamininan. 

Prolog 


Algoritma Rasa : Adakah sebuah rumus matematika untuk bisa memahami hati wanita? Agar bisa menentukan formasi dengan deretan intruksi jelas dalam menyelesaikan masalah, yaitu untuk memperoleh keluaran yang dinginkan dari suatu masukan dalam jumlah waktu terbatas.

Demikian rasa dalam hati bisa ditulis dengan kode dan rangkaian frasa yang bisa dianalisa melalui bahasa program cinta. Rumit memahami hati dan kerumitan itu suci.

Cahaya suci artinya kembali seperti bayi terlahir di atas bumi. Mampukah Vinca dan Nevan merumuskan algoritma rasa itu untuk merengkuh kebahagiaan? Sementara konspirasi semesta menentangnya.


#Bab 1: Merumuskan Diri Sendiri


Vinca bertanya-tanya tentang bagaimana seharusnya bersikap menghadapi Nevan, cowok fackboy pujaan para cewek yang menjadi rebutan? Gadis itu tentu seolah menghadapi dirinya sendiri ditengah rasa percaya diri yang dimilikinya mulai meranggas.

Semua itu tidaklah mudah bagi seseorang  menanjak dewasa dan punya kecenderungan menentang dengan apa yang ditentang. Vinca belum pernah merasakan lumatan bibir sama sekali.

Ketika pikiran nakal Vinca mulai mendorongnya untuk menggoda Nevan yang sedang asyik chatingan manja, sesungguhnya ia dalam kegelisahan memuncak. Bagaimana caranya menghadapi dirinya sendiri?

"Ajari aku bahasa sunda ya! Bisa?"

Sebuah kata mengawali percakapan pada suatu pagi, lewat pesan singkat. Vinca menatap aneh layar datar itu. Bukan masalah bisa atau tidak bisa, persoalannya ia tidak bisa menghindar dari bayangan pemuda itu. Memenuhi mata dan dada.

"Iya. Apa yang ingin ditanyakan?"

Vinca sebenarnya bukan masalah, kenapa Nevan berlajar padanya? Ia juga tidak terlalu gundah meski secara raga terpisah oleh ruang dan waktu.

Pertanyaan? Ah sebenarnya Vinca juga masih bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Apakah mungkin ia bisa menerima cowok yang mendekatinya? Sementara selama ini ia sering dikhianati. Sakit. Perih mengingatnya.

"Jangan lupa bahagia! Apa bahasa sundanya?"

Bagaimana Vinca bisa bahagia? Itulah yang selalu ia pikiran dan cari selama ini. Para cowoknya dulu selalu berakhir sama, terlalu cepat berhenti berjuang.

Vinca bahkan tidak ingin menikah seumur hidup. Semua lelaki sama saja. Brengsek. Bukan ia mencoba semua lelaki di atas bumi ini. Vinca hanya ingin bahagia.

"Tong hilap bungah nya."

Ayahnya seorang pekerja keras yang memilih hidup di salah satu desa lumayan jauh dari Kota Bandung. Ibunya, perempuan hebat yang selalu mendukung suaminya. Kehidupan sederhana yang terlihat indah bagi orang kota.

"Jika ada yang bingung, silahkan bertanya?"

Entah apa yang merasuki? Dengan gundah Vinca menemukan sebuah kenyataan saat berhadapan dengan Nevan, gadis berwajah purnama penuh itu kini selalu kehilangan dirinya sendiri. Bingung tidak tidak berujung.

"Upami aya ne teu ngartos, tong hilap naros?"

Sebentuk kebingungan, kenapa Vinca tidak bisa menghindari pertanyaan-pertanyaan dari Nevan, bukankah banyak bidadari-bidadari pasundan lain dalam lingkaran Nevan, kenapa harus bertanya pada dirinya?

Vinca sebenarnya tidak peduli dengan semua pertanyaan membingungkan tentang Nevan. Ia benci dengan kenyataan itu. Ia harus bisa merumuskan hatinya agar menyelesaikan sumua masalah. Apakah mampu?


Senja mulai melingkupi ufuk langit. Terang perlahan pergi berganti remang. Agin berhembus kencang, menyeret sepi dalam kesunyian. Dalam remang yang temaram, Vinca duduk di teras depan rumah, memeluk lututnya, memandang kedepan sana : menghitung trafik lalu-lintas warga desa yang satu persatu pulang ke rumah masing-masing.


Tubuhnya letih, tidak bertenaga walapun itu hanya aktifitas biasa saja. Setelah beres-beres rumah dan menyirami bunga di halaman depan rumah, Vinca merasa hikmat nikmat menikmati Sang Teja yang mulai menggelap. 


Hilangnya Kepercayaan Diri 



Sekejap lagi langit akan menjadi gelap Maha Luas. Senja membawa ingatannya pada Abirawa, lelaki yang pernah ada untuknya, beberapa waktu lalu, tiga bulan sebelumnya ....

"Maaf aku tidak bisa menerima cintamu." Vinca menunduk lesu, menggigit bibirnya.

"Aku mencintaimu, Ca. Jika tidak percaya, belahlah dadaku!" Abirawa menyakinkan, menatap tajam dengan kesungguhan.

"Aku tidak mau menjadi beban untuk siapapun juga."
"Beban apa maksudnya, Ca?"

Abirawa tidak mengetahui bahwa sebenarnya Vinca menderita penyakit misterius yang dokter sendiri belum mampu mendefinisikan. Ia tidak tau sama sekali bahwa Vinca sebenarnya bukan menolaknya.


"Aku hanya gadis kampung, tidak cocok buat kamu."
"Aku bisa menerimamu apa adanya. Harta bisa kita cari bersama. Maukan kamu menikah denganku?"

Bagai disambar petir, antara bahagia atau sedih, Vinca benar-benar terombang-ambing. Ia mulai tersenyum.

"Apa yang kamu katakan itu serius?"
"Iya. Sangat serius. Dua rius kalau perlu."
"Aku sakit ....." Vinca menceritakan semua tentang kondisinya, tentang apa yang dialaminya.


"Tidak mungkin ...." Abirawa yang awalnya begitu bersemangat ingin melamar Vinca kini terduduk lesu dan tanpa bicara, ia pergi begitu saja setelah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.


Bagaimana Vinca menyalahkan Abirawa yang begitu mudah berhenti berjuang? Sementara ia menyadari tidaklah mungkin bisa seperti wanita pada umumnya.


Kepercayaan diri Vinca semakin tergerus, jatuh kelembah putus asa. Merasa tidak berguna, apakah takdir begitu kejam?

"Masuk ke rumah, Neng."

Sebuah suara dari Emak membuyarkan lamunannya. Vinca menoleh pada perempuan yang sudah melahirkannya ke dunia ini. Paling tidak ia bersyukur memiliki malaikat tidak bersayap yang menyayanginya tanpa pamrih.


"Iya, Mak." Gadis itu segera memeluk wanita dengan garis wajah sebagai penanda selaksa peristiwa terukir di sana.

"Neng pasti kuat," kata Emak terbata memeluknya.

"Apa ada lelaki yang bisa menerima kondisiku ini, Mak?" Vinca tergugu, padahal hujan belum menyambangi bumi, tapi rintiknya telah membasahi pipi, hingga menusuk relung hati terdalam.  Next


Daftar Isi Novel Vinca 

BAB  1


Bagian 1, Bagian 2, Bagian 3, Bagian 4, Bagian 5

Bagian 6, Bagian 7, Bagian 8, Bagian 9, Bagian 10


BAB 2

Bagian 11, Bagian 12, Bagian 13, Bagian 14, Bagian 5

Bagian 16, Bagian 17, Bagian 18, Bagian 19, Bagian 20 


Cerita On Going 




Selamat membaca dan jangan lupa bahagia. Bersama Bercerita Bisa dan Terimakasih.

Baca juga cerpen dan novel lainya sesuai genre dan kesukaan kamu. Caranya lihat di kiri kanan atas garis tiga. Pilih cerita kesukaan kamu. 

Bebeb Admin
Bebeb Admin Admin Bebebs Belajar Bersama Bisa Comunity

Post a Comment for "Jalan Asmara Vinca, Merumuskan Diri Sendiri "