Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Kisah Kelam Sista, Aku Dijual Pacarku pada Om Renternir

Cerita Kelam Sista yang Bikin Emosi 


Betapa sakit rasanya ketulusan cinta dibayar dengan hina-dina semata. Lebih pedihnya lagi dilakukan oleh orang terkasih. Sejujurnya malu menceritakan semua ini. Karena kebodohan kecil, hancurlah seluruh hidupku oleh cinta buta dan ego sesaat. 

Aku punya pacar. Namanya Ardy. Awalnya aku diajak Ardy buat jenguk ibunya yang lagi sakit parah di rumah sakit. Ibunya menjelaskan kalau dia sakit karena memikirkan utang yang tak kunjung lunas. Hingga kalau akhir bulan ini belum lunas, rumah mereka bakal disita sama rentenir. 

Akhirnya seminggu setelah aktivitas menjenguk itu, aku memutuskan untuk sanggup membantu Ardy. Ini adalah akibat aku yang sangat cinta pada pacarku itu. Aku sangat berharap Ardy juga memiliki rasa cinta yang dalam kepada ku. Waktu itu aku janjian sama Ardy buat ketemu om rentenir.

Pertemuan Tak Dirindukan 


Sungguh membayangkannya saja tubuh dan hatiku gemetar, mana mungkin bergaul rapat  dengan orang tua yang tidak dikenal sama sekali.

Ah, rasanya sangat deg-degan. Aku memakai celana jean panjang berwarna biru dan hem panjang kotak-kotak, rambutku kukucir kuda.

Ini sebenarnya bukan apa-apa, entah kenapa tiba-tiba aku kangen sama Mas Lana. Dia pernah bilang kalau aku tuh cantik saat mengucir kuda rambutku. Hmm, mungkin kalau Mas Lana masih ada di sampingku, aku bisa ngadu sama dia, kalau aku dijual Ardy sama om rentenir.

Sayang, semua telah berlalu. Seperti halaman buku yang telah tertutup dan dengan lembaran berikutnya. Sebuah mobil Jazz berwarna merah merapat ke tepi jalan, di mana saat ini aku dan Ardy berdiri. 

Ardy tersenyum padaku, lalu melemparkan senyum sangat lebar pada om rentenir. Om rentenir memakai pakaian resmi, jas hitam dengan celana senada, juga sepatu hitam yang mengkilap. 

Seperti yang ditunjukkan oleh orang mentereng yang kaya-kaya itu. Sejurus kemudian aku hampir tak percaya. Rasanya sampai mual yang entah saat berlembar-lembar uang merah tergepok sempurna di antara kursi jok mobilnya. 

Mungkin dia sengaja menutup pintu mobilnya, menujunjukkan termasuk dia bisa membeli apa saja, termasuk aku. Sebuah amplop warna cokelat yang berisi tiga lembar kertas putih dikeluarkan om rentenir dari laci mobilnya.

Sejurus kemudian, diserahkan kepada Ardy. Dahi Ardy hampir bertaut saat membaca lembaraan kertas itu. Seakan dia memikirkannya dengan cermat.

 "Apa dia masih 'segel' ?" tanya om rentenir itu yang memiliki kumis  tebal. 

Aku bergidik membayangkan akan tersentuh olehnya. Pasti sangat geli. Untung saja perutnya nggak besar kayak orang hamil, kalau sampai iya, mungkin bakal muntah saat bergaul rapat  dengannya. 

Ah, menyebalkan sekali pertanyaan om rentenir pada Ardy itu. Aku mengumpat berkali-kali dalam hati untuk om rentenir itu, apa masih perjaka? Mana mungkin! Kukira orang yang banyak uang kayak om rentenir itu bakal dengan mudah ngrenteng cewek yang suka sama duit. 

Ardy tersenyum miring, "Masih, Pak! Anda bisa lihat nanti di seprei. Kalau begitu saya akan dapat uang kembalian tiga juta," ucap Ardy sambil menyerahkan peta merah itu.

"Benar, utang ibumu dan bunganya semua lunas, malah kamu bisa kembalian."

"Haha, senang bekerja sama dengan Bapak!" ujar Ardy sambil menyalami tangan besar itu. Nyaliku menciut, membayangkan tangan besar itu akan menyentuh kulitku. 

Aku menyenggol lengan Ardy, kesal banget! Aku yang akan bekerja mengapa dia yang akan dapat kembalian? Kalau Ardy tahu malu, kudunya uang tiga juta itu diserahkan kepada saya, tetapi jika dia masih punya urat malu. 

Sungguh Tidak Tau Malu 


Om rentenir itu kembali ke mobil untuk mengambil uang tiga juta buat Ardy, aku mencengkram lengan Ardy memelotinya. 

Ardy malah tertawa, kemudian dengan sangat cepat berbisik padaku.


"Kamu jadwal menstruasi, kan? Aku sangat yakin nanti malam kamu akan haid, makanya aku bilang kamu masih perawan," ucap Ardy sangat pelan dan penuh penekanan. 

Aku merasa terjepit, seolah dunia menghimpitku, Ardy seyakin itu kalau aku bakal bendarah nanti malam, apa dia tidak mau berpikir, tentang kemungkinan buruk, aku tidak mengeluarkan darah? Om rentenir sudah kembali, tanpa basa-basi, dia menyerahkan lembaran-lembaran merah itu pada Ardy, aku hanya mampu diam dan pura-pura manis, mana bisa aku berkutik sementara tangan kiri Ardy memegang cutter, berusaha mengancamku.

Sebenarnya aku menahan rasa sakit yang tak berdarah. Aku nggak mau nurutin Ardy, tetapi ancamannya yang akan menabrak Galih hari ini berhasil membuatku sangat takut. 

Galih adalah adikku. Tanpa sadar, kupikir aku telah menjadi budaknya Ardy. Mau nggak mau harus menuruti semua keinginannya. Aku begitu linglung, semua terjadi sangat cepat dan jujur ​​aku kesulitan untuk benar-benar memiliki rasa cinta untuk Ardy.

Mungkin setelah ini aku akan memutuskan hubungan sama Ardy. Tadi aku sudah izin sama Mas Bayu, kalau malam ini aku akan menginap di rumah Ratih, teman masa kecilku yang pindah rumah di daerah Pakis Surabaya.

Perasaanku nggak karuan, sangat takut juga sangat cemas kadang-kadang. Bagaimana kalau setelah ini om rentenir akan membunuhku? Apa Ardy nggak mikirin ini, maksudku keselamatanku.

Saat om rentenir menggandeng kami, Ardy dengan sangat cepat berbisik, "Tenang dan nikmati, aku akan mengawasi kalian. Kupastikan kamu nggak akan rugi atau bahkan mati!"

Aku tersenyum kecut pada Ardy, meski yang diucapkannya adalah serupa angin di siang hari yang terik, tapi tetap saja, ini sangat menakutkan. Om rentenir membukakan pintu mobil bagian kiri untukku.


"Silakan masuk!" datar. Wajah om rentenir itu kayak Boby di film Tersanjung, yang memiliki mata bulat, serta postur tubuh tinggi dan tegap, cuma sayang sekali, kumis lebarnya sangat mengganggu. Setelah cukup yakin aku nggak punya pilihan lagi, aku masuk mobil.

Di bawa Pergi dengan Mobil 


Aku menghempaskan tubuhku  ke atas kursi mobil yang empuk, aku membuang napas banyak-banyak. Tak segugup di luar mobil tadi, saat AC mobilnya membuat tubuhku terasa dingin, juga aroma lemon yang digantung di atas kaca depan ini begitu menyejukkan hatiku yang tak karuan.

Ardy masih di sana, aku memicingkan mataku untuk melihatnya, sementara mobil ini masih berjalan. Ardy memuji dan tersenyum lebar, seolah bahagia melepasku.


Aku ingin melihat dia menaiki motor bebeknya dan membuntuti kami, setelah cukup jauh, Ardy mengenakan jaket kulit hitamnya dan mulai menyetir motor bebek biru itu. 

Aku sangat berharap Ardy membuntuti kami. Ah, harapan tinggallah harapan. Aku sadar karena saat di perempatan lampu merah, Ardy belok ke kanan, sementara aku dan om rentenir tetap diam di dalam mobil yang mulai berjalan lurus. 

Mobil merah ini berhenti di pelataran parkir. Oh, aku masih mengenal tempat ini, jajaran kafe atau tempat makannya orang China, Citra Land. 

Aku sangat takut, jika ada orang yang memergokiku, maksudku mengenalku. Mungkin mereka akan mengira, kalau aku adalah perempuan tidak baik  atau sebutan lain yang sangat terkutuk. 

"Mau makan apa?" tanya om rentenir yang memarkirkan mobilnya di dekat jejeran mobil lainnya.

 "Hmm, mie?" jawabku yang agak bingung, mana yang paham menu-menu di tempat semewah ini. 

"Oh, oke. Mau capjay juga?" tawarnya. Wah kebetulan sekali, aku sudah sangat lama nggak makan capjay yang sangat enak itu. Dengan sangat mantap aku mengangguk. Sampai di tempat makan. 

Om rentenir memanggil pelayan yang memakai hem putih dan rok selutut bewarna hitam. Dia menunjuk-nunjuk nama makanan yang tercatat di menu kertas. 

Mbak yang sangat cantik itu mencatatnya di atas kertas yang dilambari dengan kayu tipis kayak triplek. Aku bosan dan menguap lebaran. Entah kenapa angin sore ini kayak nyuruh aku buat segera tidur. 

"Kamu?" tanya om rentenir padaku yang sibuk berlagak sopan, menyilangkan kedua tangan di atas meja sambil terus menguap. 

Selanjutnya? Seperti kalian duga, begitu bodoh dan tanpa menyadari apa akibatnya, semua senang-senang dan pergaulan rapat tidak tepat  terjadi begitu saja, berkali-kali. 

Sayang semuanya terlambat untuk menyadarinya. Kini hari-hari aku hanya bisa meruntuki segala penyesalan. Cinta seharusnya membawa pada kebahagiaan hakiki, bukan kenikmatan sesaat yang akibatnya menderita seumur hidup.

Nasi sudah menjadi bubur, sekelam apapun masa lalu, masa depan masih suci.  Aku hanya ingin lebih baik dan lebih bahagia. 



Daftar Isi Cerpen 


Indeks link 

Dijual Pacar By: qonidio 

Selamat membaca dan jangan lupa bahagia. Bersama Bercerita Bisa dan Terimakasih.

2 comments for "Kisah Kelam Sista, Aku Dijual Pacarku pada Om Renternir "

  1. Sedihnya kisah ini, Pacar seharusnya menjadi penjaga.

    ReplyDelete
  2. Bagus, cinta emang jangan buta
    Pakai akal jugalah
    Hahhaha

    ReplyDelete